KATADATA - Pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2015 yang melesat 5,04 persen memang di atas perkiraan para analis dan ekonom. Ini merupakan pertumbuhan kuartalan tertinggi sepanjang tahun lalu. Namun, pencapaian itu dinilai belum dapat dijadikan pijakan kuat untuk memacu pertumbuhan tahun ini karena belanja rumahtangga dan swasta masih stagnan.
Dengan pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2015 sebesar 5,04 persen, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun lalu mencapai 4,79 persen atau lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,02 persen. Ini pertumbuhan ekonomi tahunan terendah sejak 2010. “Tapi yang mungkin perlu digarisbawahi adalah optimisme yang tumbuh di kuartal IV,” kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Suharyanto di Jakarta, Jumat (5/2).
Ia menunjuk investasi yang tinggi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi di kuartal terakhir 2014. Hal itu terlihat dari belanja modal pemerintah pada kuartal IV-2015 yang melonjak 101 persen. Dari sisi konsumsi pemerintah, Suharyanto menambahkan, belanja barang meningkat 83 persen. “Kalau belanja pegawai naik 16,5 persen,” katanya.
Di tempat terpisah, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pencapaian tersebut sesuai dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi 2015 oleh pemerintah. “Meski lebih kecil dibandingkan target APBN-P 2015 sebesar 5,7 persen,” ujarnya.
(Baca: Ekonomi Kuartal IV-2015 Melonjak Berkat Belanja Pemerintah)
Namun, Kepala Ekonom ANZ untuk kawasan Asia Selatan, ASEAN dan Pasifik Glenn Maguire menilai performa pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2015 masih belum meyakinkan. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia kurang menyakinkan jika mengacu secara kuartalan,” katanya dalam riset ANZ, Jumat (5/2). Dia mengacu kepada dua komponen pembentuk produk domestik bruto (PDB) kuartal IV-2015 jika dilihat secara kuartalan.
Pertama, pertumbuhan komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) meningkat dari 3,51 persen pada kuartal III-2015 menjadi 5,01 persen di kuartal IV-2015. Meski begitu, laju pertumbuhan investasi tersebut masih di bawah pencapaian pada akhir 2012. “Yang paling menggembirakan melihat porsi investasi berkisar 33 persen terhadap PDB dalam tiga tahun terakhir,” katanya.
Kedua, pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumahtangga atau swasta pada kuartal IV-2015 cenderung mendatar dan relatif sama secara kuartalan dalam dua tahun terakhir. Bahkan, pertumbuhan konsumsi rumahtangga kuartal IV-2015 hanya 0,01 persen lebih lambat dari kuartal sebelumnya yang sebesar 3,36 persen. Padahal, komponen ini mendominasi PDB dengan porsi lebih 55 persen. Glenn menilai konsumsi swasta tetap menjadi jangkar utama untuk pemulihan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
(Infografik: Ekonomi Negara Berkembang Terancam Melambat)
Atas dasar itulah, dia melihat pencapaian pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2015 belum bisa menjadi pijakan kuat untuk memacu perekonomian tahun ini. Kalau konsumsi rumahtangga dan swasta sebagai jangkar utama telah pulih, barulah bisa menarik pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. “Konsumsi swasta dan investasi publik akan menjadi kunci untuk prospek pertumbuhan tahun ini,” katanya.
Jika melongok lebih detail pencapaian pertumbuhan ekonomi secara kuartalan, komponen ekspor barang dan jasa juga melempem. Pada kuartal IV-2015, komponen ini mengalami kontraksi minus 1,85 persen atau lebih besar dari kuartal sebelumnya yang cuma minus 0,02 persen. Alhasil, ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2015 sebenarnya berkontraksi alias penurunan sebesar 1,83 persen dibandingkan kuartal sebelumnya. Padahal, pada kuartal III-2015 dibandingkan kuartal sebelumnya, ekonomi masih tumbuh 3,36 persen.
(Baca: Ada 4 Stimulus, Ekonomi 2016 Diperkirakan Bisa Tumbuh 5,2 Persen)
Namun, Ekonom Samuel Asset Managemen Lana Soelistianingsih berpendapat, penurunan ini wajar terjadi setelah Idul Fitri. Karena, konsumsi rumahtangga selalu naik signifikan saat Lebaran sehingga membantu pertumbuhan ekonomi kuartal III-2015. Dari sisi ekspor, penurunannya karena harga minyak turun sehingga berpengaruh terhadap harga komoditas. Sementara kenaikan impor dari negatif 4,2 persen menjadi tumbuh 5,7 persen karena belanja infrastruktur pemerintah meningkat.
Pada kuartal I tahun ini, Lana memprediksi, konsumsi rumahtangga akan meningkat berkat penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL). Apalagi, Bank Indonesia (BI) juga menurunkan suku bunga acuan BI rate pada awal Januari lalu. Namun, investasi pemerintah diperkirakan akan menurun karena faktor musiman kuartal I saban tahun.
Sedangkan Suhariyanto menyarankan agar pemerintah memangkas alur distribusi bahan pangan, seperti cabai dan bawang merah. Dengan begitu, harganya akan turun dan berdampak pada melandainya angka inflasi. Ujung-ujungnya, daya beli masyarakat dan konsumsi rumahtangga meningkat sehingga bermuara pada melajunya pertumbuhan ekonomi tahun ini.