Bidik Posisi 40 Kemudahan Usaha, Pemerintah Libatkan Dua Pemda

Katadata | Arief Kamaludin
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan salah satu upaya mempermudah proses perizinan usaha.
Penulis: Yura Syahrul
21/1/2016, 16.30 WIB

KATADATA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mencanangkan target kenaikan peringkat kemudahan berusaha alias Ease of Doing Business (EODB) Indonesia ke posisi 40 dari 189 negara dalam dua tahun. Demi mencapai target tersebut, pemerintah melibatkan 15 institusi kementerian atau lembaga (K/L) dan pemerintah daerah.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menyatakan, ada tiga langkah yang harus dilakukan untuk mencapai target tersebut.  

Pertama, melakukan deregulasi, yakni membuat atau mengubah aturan. Kedua, melakukan sosialisasi. Ketiga, pengawasan. Fokus utama dari ketiga tahapan itu adalah memberikan kemudahan dari sisi prosedur kepada para pelaku usaha. Jumlah prosedur perizinannya lebih pendek, semakin singkat dan cepat, serta biaya yang serendah-rendahnya.

Sebelum mencapai hal tersebut, pemerintah mengindentifikasi ada 19 pekerjaan rumah yang harus dibereskan terlebih dahulu oleh pemerintah pusat dan daerah. “Tidak sedikit perubahan yang telah dilakukan oleh kementerian dan lembaga. Tapi ternyata masih belum efektif di lapangan atau publik belum tahu,” kata Franky seusai rapat terbatas di kantor Presiden, Jakarta, Rabu sore (20/1), seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet.

Yang menarik, pemerintah pusat melibatkan dua pemerintah daerah (Pemda) yaitu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemda Kota Surabaya untuk meningkatkan kemudahan berusaha. Pasalnya, bukan rahasia umum lagi kalau pengurusan usaha di daerah bisa lebih rumit ketimbang di pusat. “Pengurusan usaha di daerah-daerah jadi salah satu kendalanya,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat bertemu dengan pimpinan media massa di kediaman dinasnya, dua pekan lalu.

(Baca: Bank Dunia: Peringkat Kemudahan Berbisnis Indonesia Naik)

Hal inilah yang turut menyebabkan Bank Dunia menempatkan Indonesia di peringkat ke-109 dari 189 negara dalam survei Ease of Doing Business 2016, yang dirilis Oktober tahun lalu. Indonesia naik 11 peringkat dari tahun sebelumnya, namun masih di bawah beberapa negara jiran, seperti Singapura di posisi 1, Malaysia nomor 18 dan Thailand ke-49.

Untuk mencapai target peringkat ke-40, Presiden menginstruksikan perbaikan menyeluruh terhadap 10 aspek kemudahan berusaha. Yaitu: memulai usaha, perizinan, pendaftaran properti, kelistrikan, pembayaran perpajakan, perdagangan lintas negara, akses perkreditan, perlindungan pada investor minoritas, penegakan kontrak dan penyelesaian kepailitan.

Terkait aspek  memulai usaha, Franky menyatakan ada beberapa pekerjaan rumah Kementerian Hukum dan HAM, Pemda DKI dan Surabaya. Sedangkan masalah perizinan terkait pendirian bangunan akan dibereskan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama Pemda DKI dan Pemda Surabaya.

Ketiga, mengenai pendaftaran properti menjadi pekerjaan rumah Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Menteri Keuangan. Keempat, terkait pembayaran pajak, menjadi urusan Kementerian Keuangan dalam hal ini Dirjen Pajak dan Kepala BPJS Kesehatan.

(Baca: Kalla: Lapor Saya Kalau Izin Investasi Tiga Jam Molor)

Kelima, soal akses perkreditan merupakan wilayah Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Salah satu yang sudah dihasilkan BI dan OJK adalah giro kredit swasta. Ini akan memberikan kontribusi positif untuk peringkat atas indikator akses perkreditan,” ujar Franky.

Keenam, terkait penegakan kontrak dalam hal tata cara penyelesaian gugatan sederhana,  Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015. Jadi, tinggal melakukan sosialisasi dan pengawasan.

Sedangkan aspek akses listrik merupakan pekerjaan rumah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) besarma Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mengenai perdagangan lintas negara, Franky mengungkapkan Presiden sudah mengarahkan agar lebih cepat, prosesnya sederhana dan biayanya lebih murah. Hal tersebut menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Adapun menyangkut penyelesaian kepailitan merupakan kewenangan Kementerian Hukum dan HAM dan soal perlindungan terhadap investor minoritas menjadi tanggung jawab OJK.

Pada akhir Februari nanti, menurut Franky, pemerintah berharap sudah ada perkembangan atau penyelesaian dari 19 pekerjaan rumah tersebut. Selain itu, pemerintah akan terus memantau perkembangannya setiap bulan. Sebagai informasi, Presiden telah menunjuk Kepala BKPM sebagai koordinator dan dibantu oleh Menko Perekonomian.

Reporter: Redaksi