KATADATA - Dana Moneter Internasional (IMF) menilai kinerja perekonomian Indonesia pada tahun ini sudah cukup memuaskan. Di tengah gangguan perlambatan ekonomi global dan harga komoditas yang merosot, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh sekitar 4,7 persen.
Penilaian tersebut diungkapkan Luis E. Breuer, yang memimpin kunjungan Tim IMF ke Jakarta pada 3 Desember hingga 17 Desember lalu. Dalam kunjungannya selama dua pekan itu, Tim IMF bertemu dengan pejabat tinggi pemerintahan, Bank Indonesia, lembaga publik lainnya dan pelaku usaha swasta. Pertemuan tersebut membahas perkembangan ekonomi terkini Indonesia serta prospek jangka pendek-menengah.
Breuer memberi nilai positif terhadap kehati-hatian pemerintah dalam pengelolaan moneter dan fiskal yang didukung oleh pencabutan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) di akhir 2014. Hal ini membuat prospek ekonomi Indonesia dalam jangka pendek-menengah tetap solid. Kebijakan itu juga mampu menjaga stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi di tengah berbagai faktor negatif dari luar negeri. Mulai dari jatuhnya harga komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia, pergeseran kondisi keuangan global, dan melambatnya pertumbuhan ekonomi mitra dagang utama Indonesia seperti Cina.
"Secara keseluruhan, kinerja ekonomi makro tahun 2015 memuaskan,” kata Breuer dalam siaran pers IMF, Selasa (22/12). Meski lebih rendah dibandingkan tahun lalu, pertumbuhan ekonomi 2015 yang diperkirakan 4,7 persen merupakan sebuah pencapaian positif. Apalagi, inflasi diprediksi turun tajam menjadi 3 persen pada akhir tahun ini.
Tahun depan, IMF menilai target pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen dapat tercapai jika didukung oleh beberapa faktor. Antara lain, pulihnya kegiatan investasi, khususnya ditandai oleh peningkatan belanja sektor swasta. Namun, kendala yang dihadapi masih sama dengan tahun ini, seperti anjloknya harga komoditas dan melemahnya permintaan dari negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Adapun risiko di dalam negeri adalah seretnya penerimaan pajak sehingga dapat mengganggu penerimaan dan membesarnya defisit anggaran. Hal ini juga akan menghambat anggaran belanja untuk proyek infrastruktur. Breuer memperkirakan defisit anggaran 2016 masih bisa di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sesuai dengan undang-undang.
(Baca: Paket Kebijakan VIII Bisa Tingkatkan Daya Saing Nasional)
Sedangkan defisit transaksi berjalan tahun depan diperkirakan akan lebih tinggi hingga berada di kisaran 2 persen dari PDB seiring dengan kenaikan impor karena peningkatan konsumsi di dalam negeri. Alhasil, IMF memprediksi inflasi 2016 akan naik ke kisaran 3-5 persen.
Di sisi lain, IMF mengapresiasi positif rencana pemerintah merevisi anggaran tahun depan agar lebih realistis. "Penyesuaian anggaran 2016 berdasarkan pendapatan yang sebenarnya di tahun 2015 akan sangat membantu,” kata Breuer. Namun, pemerintah harus menjalankan strategi meningkatkan pendapatan dengan cara memperluas reformasi perpajakan.
Seperti diketahui, pada pekan lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memang menyebut rencana merevisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2016 pada awal tahun depan. Tujuannya untuk menyesuaikan dengan perkiraan seretnya penerimaan pajak akibat perlambatan perekonomian.
(Baca: Darmin: Target APBN 2016 Ambisius)
Kebijakan fiskal harus dibingkai dalam rencana jangka menengah yang memberikan panduan untuk program-program pemerintah. Investasi swasta yang lebih tinggi harus dikombinasikan dengan manajemen dan tata kelola reformasi keuangan yang sehat. "Kebijakan moneter yang tepat telah membantu perekonomian Indonesia untuk menyesuaikan diri terhadap tekanan eksternal,” katanya.
IMF juga menganggap respons pihak berwenang di Indonesia sudah tepat terhadap volitilitas pasar keuangan dan pengaruh ekstrenal yang tak pasti. Yaitu, membiarkan nilai tukar rupoah dan imbal hasil obligasi pemerintah bergerak fleksibel, sambil berupaya memperdalam pasar keuangan melalui instrumen-instrumen baru. "Indikator sektor keuangan menunjukkan sektor perbankan yang kuat. Kredit bermasalah sedikit meningkat,” ujar Breuer.
Sementara itu, IMF menganggap serangkaian paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah sejak September lalu merupakan strategi baru untuk meningkatkan iklim usaha dan mengurangi biaya dalam berbisnis. Itu juga menunjukkan komitmen kuat pemerintah untuk melanjutkan reformasi struktural bagi pertumbuhan baru, termasuk meninjau peran investasi dalam dan luar negeri, dan menilai manfaat dari pengaturan perdagangan regional. Paket ekonomi yang memuat fleksibilitas dalam praktik kerja juga bisa menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi baru swasta.