Rupiah Melemah 14.100 per Dolar, BI Waspadai Dua Penyebabnya

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Yura Syahrul
14/12/2015, 12.23 WIB

KATADATA - Setelah sempat bertahan selama dua bulan, mata uang rupiah akhirnya kembali melemah dan menembus level 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun ini, bahkan sampai tahun depan. Bank Indonesia (BI) menengarai dua faktor utama penyebab pelemahan rupiah tersebut.

Pada perdagangan di pasar spot, Senin ini (14/12), rupiah langsung melemah hingga menyentuh level Rp 14.111 per dolar AS atau melemah sekitar 0,5 persen dari akhir pekan lalu. Meski pergerakannya hingga Senin siang ini masih naik-turun, rupiah terus tertekan di bawah level 14.000 per dolar AS. Mengacu kurs referensi JISDOR, BI juga mencatat pelemahan rupiah. Mata uang Indonesia ini diperdagangkan sebesar Rp 14.076 per dolar AS, melemah dibandingkan Jumat pekan lalu yang masih sebesar Rp 13.937 per dolar AS.

Patut dicatat, selama dua bulan terakhir ini rupiah selalu bergerak di kisaran 13.000-an per dolar AS. Terakhir kali rupiah di bawah level 14.000 pada 6 Oktober lalu yang sebesar Rp 14.241 per dolar AS. Setelah itu, rupiah sempat bergerak cepat hingga 13.200 per dolar AS.

Faktor utama tren pelemahan rupiah sejak awal pekan ini adalah membesarnya peluang kenaikan suku bunga AS (The Fed Rate) pada pertengahan Desember ini. Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra  mengatakan, pelaku pasar mulai mengambil posisi menjelang rapat bank sentral AS (Federal Reserve) pada Kamis mendatang (17/12). Hingga sidnag itu digelar, dia memperkirakan, rupiah akan terus melemah menyentuh level 14.200 per dolar AS.

Bila rapat tersebut memutuskan kenaikan bunga The Fed maka rupiah bakal melemah lebih dalam lagi. Namun, jika suku bunga AS tidak naik, Ariston memperkirakan rupiah masih bisa berbalik menguat dan bertahan di level 13.000-an per dolar AS. Meski begitu, bukan berarti rupiah akan terus menguat kalau bank sentral AS batal menaikkan suku bunga medio bulan ini. “Kalau diumumkam tetap naik di awal tahun (2016), akan mendorong penguatan dolar AS. Kecuali tahun depan tidak akan ada kenaikan Fed Rate," katanya kepada Katadata.

Di tempat terpisah, Gubernur BI Agus Martowardojo juga melihat pelemahan rupiah akibat dampak kemungkinan kenaikan suku bunga AS. Mengutip hasil survei terhadap para pelaku pasar, dia mengungkapkan, 96 persen responden yakin bunga AS akan naik pada 17 Desember nanti. Itulah yang menyebabkan rupiah terus melemah hingga menembus level 14.000 per dolar AS.

Namun, BI pun lebih mewaspadai dampak kenaikan suku bunga AS setiap kuartal pada tahun depan. Tahun depan, suku bunga AS diperkirakan naik setiap kuartal sampai mencapai 1,125 persen. Kemudian, suku bunga AS itu bakal naik terus sampai 2,625 persen pada tahun 2017. “Kenaikan secara gradual ini perlu diwaspadai karena ada kecenderungan dolar AS menguat," kata Agus dalam acara pemberian penghargaan kepada pelapor Dana Hasil Ekspor (DHE) di Gedung BI, Jakarta, Senin (14/12).

Karena itulah, BI bersikap hati-hati dan konsisten menjaga inflasi sebesar tiga persen tahun ini. Level inflasi tersebut selaras dengan negara-negara ASEAN lainnya. Selain itu, BI berusaha menjaga defisit transaksi berjalan pada posisi yang aman, yakni 2,5 persen sampai tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Salah satu caranya adalah meminta pemerintah terus mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kepercayaan pasar.

Selain kenaikan suku bunga AS, pelemahan rupiah juga akibat peningkatan kebutuhan valuta asing (valas) untuk membayar utang luar negeri (ULN) di akhir tahun. BI mencatat, utang luar negeri swasta naik US$ 132 miliar dalam tujuh tahun terakhir. Jumlah ini cukup besar dan berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan pelaku pasar. Pasalnya, ekspor sepanjang tahun ini menurun sehingga rasio kemampuan membayar utang alias Debt to Service Ratio (DSR) meningkat menjadi 57 persen.

"Kalau DSR naik jadi 57 persen agak terlalu tinggi. Perlu dijaga agar ada di kisaran yang sehat," kata Agus. Salah satu caranya adalah BI meminta kepada swasta agar melakukan lindung nilai (hedging) utang luar negerinya sehingga terhindar dari risiko pembiayaan. Dengan begitu, korporasi swasta tidak kerepotan membayar utangnya dan pelemahan rupiah tidak terus berlanjut.

Reporter: Desy Setyowati