Utang Luar Negeri Tahan Penurunan Cadangan Devisa Akhir Tahun

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Yura Syahrul
8/12/2015, 17.24 WIB

KATADATA - Tren penurunan cadangan devisa nyaris terhenti. Posisi cadangan devisa Indonesia per akhir November 2015 mencapai US$ 100,2 miliar atau cuma menyusut US$ 500 juta dibandingkan bulan sebelumnya. Meski merupakan posisi terendah sejak Januari 2014, cadangan devisa tidak jatuh di bawah US$ 100 miliar berkat penarikan utang luar negeri.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara mengatakan, penurunan cadangan devisa pada November 2015 akibat pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan intervensi nilai tukar rupiah di pasar valuta asing (valas). Selama November lalu, BI merogoh dana Rp 241,6 triliun  untuk operasi pasar terbuka. Jumlahnya lebih besar dari bulan Oktober yang sebesar Rp 218 triliun.  

Namun, penerimaan devisa dari minyak dan gas bumi (migas) dan penarikan pinjaman pemerintah mampu menahan penurunan cadangan devisa yang lebih dalam. Berdasarkan komponen cadangan devisa per 30 November 2015 yang dipublikasikan BI, Senin (7/12), jumlah uang primer mencapai Rp 895,2 triliun. Jumlahnya lebih besar dari bulan sebelumnya karena bertambahnya peredaran udang kertas dan uang logam dari Rp 520,2 triliun menjadi Rp 526,6 triliun.

Adapun posisi aktiva luar negeri bersih pada November 2015 mencapai Rp 1.345,1 triliun. Jumlahnya bertambah dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 1.331,6 triliun lantaran penarikan utang luar negeri. Alhasil, aktiva domestik bersih masih minus Rp 449,9 triliun, atau membengkak dari bulan sebelumnya yang minus Rp 440,4 triliun.

Posisi cadangan devisa November 2015 ini masih cukup membiayai 7,1 bulan impor atau sekitar 6,9 bulan impor dan membayar utang luar negeri pemerintah. Tirta menyebut, cadangan devisa ini berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

(Baca: Cadangan Devisa Tersisa US$ 100,7 Miliar, Terendah dalam 22 Bulan)

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan cadangan devisa hingga akhir tahun nanti dapat bertahan di atas US$ 100 miliar. Di satu sisi, masih ada kekhawatiran kenaikan suku bunga Amerika Serikat (Fed Rate) akan memperlemah rupiah sehingga bank sentral harus merogoh kocek untuk operasi pasar. Agar cadangan devisa tak tergerus lebih dalam, penarikan utang pemerintah dapat menambah pasokan valas di dalam negeri.

“Pada Desember, pemerintah baru saja menerbitkan obligasi global US$ 3,5 miliar. Itu akan menambah cadangan devisa,” kata David kepada Katadata, Selasa (8/12). Seperti diketahui, pemerintah untuk pertama kalinya menerbitkan obligasi global untuk kebutuhan pendanaan tahun depan (pre-funding) alias ijon, Rabu pekan lalu (2/12). Obligasi global berdenominasi dolar AS ini senilai US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 48 triliun.

(Baca: Pertama Kalinya, Ijon Surat Utang Rp 48 Triliun untuk Pembiayaan 2016)

Penerbitan surat utang ini merupakan bagian dari program Global Medium Term Notes (GMTN) pemerintah sebesar US$ 40 miliar. Ini juga bagian dari kebijakan pre-funding sesuai dengan Undang-Undang No. 14 tahun 2015 tentang APBN tahun 2016 yakni menerbitkan SUN pada akhir tahun 2015 untuk menjamin ketersediaan pendanaan pada awal tahun anggaran 2016.

Saat ini, menurut David, hanya utang luar negeri yang bisa membantu terjaganya cadangan devisa. Ke depan, pemerintah harus berupaya meningkatkan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) untuk menambah pasokan valas di dalam negeri. “Harga minyak dan komoditas masih rendah. FDI dan utang pemerintah bisa menyeimbangkan (cadangan devisa),” katanya.

Selain itu, David melihat tekanan terhadap rupiah mulai berkurang. Namun, tren perlambatan ekonomi Cina akan berpengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia tahun depan. Faktor tersebut dapat memicu peningkatan dana asing keluar (capital outflow) sehingga memukul rupiah.

Reporter: Desy Setyowati