KATADATA - Indonesia akan tetap berkomitmen untuk berkontribusi dalam aksi global menurunkan emisi karbon dalam 15 tahun ke depan. Meskipun upaya itu menghadapi kendala kondisi geografis Indonesia yang rentan terhadap perubahan iklim. Selain itu, 80 persen bencana yang menimpa negara ini selalu berdampak terhadap perubahan iklim.
“Indonesia berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen, yang di bawah business as usual pada tahun 2030 dan 41 persen dengan bantuan internasional,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berpidato dalam Konferensi Perubahan Iklim Dunia atau Conference of the Parties (COP) 21 UNFCCC di Paris, Perancis, Senin malam waktu Indonesia, seperti dimuat dalam situs Sekretariat Kabinet, Selasa (1/12).
Sebelum pertemuan para pimpinan negara dari seluruh dunia tersebut, Indonesia mendapat sorotan tajam karena kesulitan menangani bencana kabut asap dalam waktu panjang. Bencana itu dipicu oleh aksi pembakaran hutan dan lahan gambut untuk pembukaan lahan dan pengaruh El-Nino. Alhasil, bencana itu diperkirakan meningkatkan emisi karbon secara global.
Menurut Jokowi, penurunan emisi karbon akan dilakukan melalui beberapa bidang. Pertama, di bidang energi misalnya, pengalihan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) ke sektor produktif. Selain itu, meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23 persen dari total konsumsi energi nasional tahun 2025 mendatang. Tak ketinggalan, pengolahan sampah menjadi sumber energi alternatif.
Kedua, di bidang tata kelola hutan dan sektor lahan. Caranya, menurut Jokowi, melalui penerapan one map policy, penetapan moratorium pemberian izin baru pengelolaan hutan dan meninjau ulang izin pemanfaatan lahan gambut. Selain itu, pengelolaan lahan dan hutan produksi lestari.
Ketiga, di bidang maritime, dengan mengatasi perikanan ilegal atau IUU Fishing, dan perlindungan keanekaragaman hayati laut. “Upaya ini melibatkan seluruh masyarakat, termasuk masyarakat adat,” kata Jokowi.
Presiden Jokowi yang berbicara dalam bahasa Indonesia mengatakan, sebagai salah satu negara pemilik hutan terbesar yang menjadi paru-paru dunia, Indonesia hadir di Paris untuk menjadi bagian dari solusi. “Pemerintah yang saya pimpin akan membangun Indonesia dengan memperhatikan lingkungan,” tandasnya.
Presiden juga mengemukakan, Indonesia baru-baru ini mengalami kebakaran hutan dan lahan gambut. El Nino yang panas dan kering telah menyebabkan upaya penanggulangan dan pemadaman kebakaran tersebut menjadi sangat sulit.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Jokowi juga berkomitmen melakukan penegakan hukum secara tegas dan mempersiapkan langkah-langkah preventif yang sebagian mulai diimplementasikan. Selain itu, restorasi ekosistem gambut dengan membentuk Badan Restorasi Gambut.
Dalam pidatonya, Jokowi juga menekankan agar kesepakatan dalam konferensi di Paris tersebut harus mencerminkan keseimbangan, keadilan serta sesuai prioritas dan kemampuan nasional. Kesepakatan itu mengikat, jangka panjang dan ambisius, namun jangan sampai menghambat pembangunan negara-negara berkembang.
Demi mencapai kesepakatan Paris, semua pihak, terutama negara-negara, harus berkontribusi dalam aksi mitigasi dan adaptasi. Bentuknya melalui mobilisasi pendanaan US$ 100 miliar hingga 2020 dan ditingkatkan untuk tahun-tahun berikutnya. Selain itu, transfer teknologi ramah lingkungan dan peningkatan kapasitas.
“Mencapai kesepakatan di Paris adalah suatu keharusan. Saya mengharapkan kita semua menjadi bagian dari solusi, menjadikan bumi ini menjadi tempat yang nyaman bagi anak cucu kita, menjadikan bumi menjadi tempat yang sejahtera bagi kehidupan mereka,” kata Jokowi mengakhiri pidatonya.