Inflasi November Rendah karena Efek El Nino Kecil dan Daya Beli Lemah

Donang Wahyu|KATADATA
Kelompok bahan makanan turut menyumbang inflasi pada November 2015. KATADATA | Donang Wahyu
Penulis: Yura Syahrul
1/12/2015, 15.42 WIB

KATADATA - Tren deflasi selama dua bulan berturut-turut terhenti. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada November 2015 terjadi inflasi 0,21 persen. Alhasil, inflasi tahun kalender 2015 (year to date) mencapai 2,37 persen sedangkan inflasi tahunan (year on year) tercatat sebesar 4,89 persen. Pemerintah dan bank sentral pun makin yakin inflasi akhir tahun nanti di bawah 4 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, inflasi pada November 2015 karena kenaikan harga mayoritas kelompok pengeluaran, seperti kelompok bahan makanan, perumahan, kesehatan, pendidikan dan transportasi. Adapun kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan harga adalah kelompok sandang.

Secara lebih spesifik, Sasmito menyebut tiga komoditas yang mencatatkan kenaikan harga selama November lalu: kenaikan harga rokok dan tembakau menyumbang inflasi 1,13 persen, beras 0,55 persen dan ayam ras 1,69 persen. "Tiga (komoditas) itu merupakan penyebab utama inflasi 0,21 persen," katanya saat konfrensi pers mengenai inflasi November 2015 di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (1/12).

Seperti diketahui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 198/PMK.10/2015 mengenai kenaikan tarif cukai rokok mulai awal tahun depan. Sasmito menilai, kebanyakan produsen rokok mengantisipasi kenaikan cukai tersebut dengan menaikkan harga rokok terlebih dahulu. "Kemenkeu di satu sisi juga mempercepat pungutan cukai dari Januari (2016) ke Desember (2015)," imbuh Sasmito.

(Baca: 2016 Naik, Perusahaan Didorong Beli Cukai Rokok Tahun Ini)

Berdasarkan kelompok komponen inflasi, komponen inti masih mencatatkan inflasi pada November 2015 sebesar 0,16 persen. Inflasi komponen inti lebih rendah dibandingkan komponen harga yang diatur oleh pemerintah dan komponen harga bergejolak yang masing-maisng mencapai 0,20 persen dan 0,35 persen. Dengan begitu, inflasi komponen inti tahun kalender mencapai 3,72 persen dan secara tahunan (year on year) 4,77 persen.

Sekadar informasi, komponen inti adalah komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten di dalam pergerakan inflasi. Ini dipengaruhi faktor fundamental seperti permintaan-penawaran, faktor eksternal seperti nilai tukar, harga komoditas internasional, serta inflasi mitra dagang, dan faktor harga pedagang dengan konsumen.

(Baca: Deflasi Terus Berlanjut, Suku Bunga Diperkirakan Masih Sulit Turun)

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, inflasi November masih di bawah ekspektasi. Padahal, sebelumnya pemerintah memperkirakan musim kering berkepanjangan (El-Nino) akan berdampak signifikan terhadap produksi pangan. Otomatis, harga pangan akan naik sehingga mengerek angka inflasi. Tapi, kalau mengacu inflasi November 0,21 persen, berarti El-Nino tak berdampak besar terhadap kenaikan harga pangan.

“Kami juga (sempat) antisipasi kalau ada gangguan pasokan pangan. Tapi kelihatannya situasinya tidak seburuk yang dikhawatirkan sehingga inflasinya rendah,” kata Darmin di Jakarta, Selasa (1/12).

(Baca: Efek Kenaikan BBM Hilang, BI: Inflasi di Bawah 3,6 Persen)

Becermin pada pencapaian itulah, pemerintah yakin inflasi hingga akhir tahun bakal di bawah 4 persen. Meskipun tarif dasar listrik (TDL) untuk golongan rumahtangga 1.300 Volt Ampere (VA) dan 2.200 VA naik sekitar 11 persen mulai awal bulan ini. Sebab, kenaikan itu bakal tertutup oleh tertahannya kenaikan harga pangan yang bergejolak (volatile food). “Perubahan cuaca belum akan berdampak signifikan terhadap produksi pangan di dalam negeri,” imbuhnya.

Di tempat yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo berpandangan lebih optimistis. Perkiraannya inflasi akhir tahun di bawah 3 persen karena pengaruh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada November 2014 terhadap inflasi sudah akan habis. “Ini hal yang baik. Kondisi ini sejalan dengan prediksi kami sekitar 0,20 persen,” katanya.

(Baca: Khawatir Dana Asing Kabur, BI Tahan Suku Bunga BI Rate)

Namun, peneliti ekonomi dari INDEF Enny Sri Hartati menyatakan, pemerintah jangan salah mengartikan angka inflasi yang rendah tersebut sebagai kesuksesan mengatur kebutuhan masyarakat. Hal itu lebih disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat seiring dengan perlambatan ekonomi. Ia pun memperkirakan kenaikan tarif listrik akan menggerus daya beli masyarakat.

"Jangan bangga apabila inflasi rendah karena sebenarnya ini gambaran konsumsi masyarakat rendah," kata Enny kepada Katadata. Alhasil, dia meramal inflasi Desember nanti masih rendah, yaitu berkisar 0,3 persen hingga 0,4 persen. Padahal, biasanya inflasi di akhir tahun tinggi karena momen Natal dan pergantian tahun.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution, Desy Setyowati