KATADATA - Kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia bakal semakin terang. Rencananya, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan memperdengarkan secara terbukti bukti rekaman lengkap pembicaraan tentang kasus itu, yang diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha minyak M. Reza Chalid.
Wakil Ketua MKD DPR Junimart Girsang mengaku pihaknya telah menerima rekaman lengkap percakapan tersebut yang berdurasi sekitar 120 menit. Ia pun menjanjikan akan membuka semua bukti dan data kasus tersebut dalam persidangan MKD. “Sudah ada nih (rekamannya). Kalau isinya apa, nantilah,” kata anggota DPR dari Partai PDI-Perjuangan ini di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat (27/11).
Menurut Junimart, MKD akan mulai menyidangkan kasus dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto ini pada Senin pekan depan (30/11). Sidang perdana ini untuk mengesahkan agenda dan jadwal sidang serta para pihak yang bakal dipanggil. Adapun persidangannya sendiri akan berjalan secara terbuka, tapi ada yang tertutup jika diperlukan. Meski begitu, dia menjamin rekaman utuh percakapan tersebut akan diperdengarkan secara terbuka.
(Baca: Tiga Pertemuan Setya Novanto dengan Bos Freeport)
Di tempat terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengaku siap membuka semua data yang dimilikinya, termasuk rekaman utuh kasus tersebut, jika dibutuhkan oleh MKD. Ia pun siap jika diminta memberikan keterangan tambahan di depan mahkamah DPR. “Apapun itu pasti saya berikan," katanya.
Pasalnya, Sudirman menyatakan, tujuannya membongkar kasus itu adalah ingin membersihkan Kementerian ESDM dari para pemburu rente. Adapun langkahnya melaporkan kasus itu ke MKD karena menilai adanya pelanggaran etika yang telah dilakukan salah seorang anggota DPR.
Lebih lanjut, Sudirman mengapresiasi positif respons masyarakat, baik melalui media sosial maupun media massa, mengenai kebenaran kasus tersebut. "Sesuatu yang dibayar sepeti pulsa, ada habisnya. Tapi yang datang dari hati nurani tidak akan pernah berhenti," katanya sembari bertamsil.
Seperti diketahui, Sudirman Said melaporkan kasus dugaan pencatutan nama Jokowi dan Jusuf Kalla terkait skenario perpanjangan kontrak Freeport kepada MKD DPR, Senin pekan lalu (16/11). Dalam surat berkop Menteri ESDM perihal “Laporan Tindakan Tidak Terpuji Sdr. Setya Novanto” kepada pimpinan MKD, yang salinannya dimiliki Katadata, Sudirman mengungkapkan, Setya bersama Reza Chalid (MR) telah beberapa kali memanggil dan bertemu dengan Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Dalam pertemuan ketiga yang berlangsung 8 Juni lalu, sekitar pukul 14.00 WIB, di suatu hotel di kawasan Sudirman, Jakarta, Sudirman menjelaskan, Setya menjanjikan suatu cara penyelesaian kelanjutan kontrak Freeport. Politikus Partai Golkar ini juga meminta agar Freeport memberikan saham Freeport kepada Jokowi dan Kalla.
Tak cuma, itu, dalam transkrip rekaman yang beredar di kalangan wartawan tersebut, Setya dan Reza beberapa kali menyebut nama Luhut, yang diduga adalah Menteri Koordinator Polhukam Luhut Binsar Panjaitan. Setya menyebut Luhut telah berbicara dengan Chairman Freeport-McMoran Inc James Robert Moffet (Jim Bob) untuk meminta agar 10 persen dari 30 persen saham Freeport yang akan didivestasi dibayarkan menggunakan dividen. Namun, ide tersebut tidak disukai oleh Presiden Jokowi dan akhirnya menjadi perdebatan.
(Baca: Peran Luhut dalam Transkrip Rekaman Kontrak Freeport)
Namun, Luhut membantah terlibat dalam kasus tersebut. “Saya tidak terlibat urusan itu, saya melakukan tugas Polhukam,” katanya, Rabu pekan lalu (18/11). Namun, dia merasa tidak tercemar nama baiknya dan tak mempersoalkan pencatutan namanya. “Namanya nyatut, suka-suka dia,” katanya. Karena itulah, Luhut tidak berencana melaporkan Setya ke penegak hukum.
Selain nama presiden, wakil presiden dan Luhut, kabarnya rekaman lengkap percakapan tersebut juga menyebut nama tokoh-tokoh lainnya. Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Fraksi Golkar DPR, Bambang Soesatyo. "Kami mendapat informasi rekaman yang utuh itu lebih mengerikan. Informasinya melibatkan banyak nama besar dan akan membuat tambah gaduh republik ini," katanya, seperti dikutip dari detik.com, Kamis (26/11).
Terkait dengan kasus tersebut, sekitar 114 orang tokoh yang tergabung dalam Gerakan Selamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menemui MKD DPR, Jumat pagi ini. Mereka mendesak mahkamah DPR mengusut secara tuntas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Setya Novanto dan meminta persidangan kasus ini dilakukan secara terbuka.
Sedangkan Junimart menekankan bahwa sidang MKD tidak akan menyentuh aspek-aspek pelanggaran hukum dalam kasus tersebut. "Kami membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran kode etik," imbuhnya.
Sekadar informasi, kelompok ini beranggotakan banyak purnawirawan TNI. Antara lain mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Djoko Santoso, Letjen (Purn) Soeharto, anggota DPR dari PDI-Perjuangan Mayjen (Purn) TB Hasanudin dan Mayjen (Purn) Prijanto. Ada pula tokoh nasional seperti bekas Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin, Hatta Taliwang, Fuad Bawazir, dan Lily Wahid.