KATADATA - Dari Washington, Amerika Serikat, Bank Dunia merilis peringkat kemudahan berbisnis di dunia, hari ini waktu setempat. Dalam survei Ease of Doing Business 2016 itu, kemudahan berbisnis di Indonesia dinyatakan meningkat 11 level. Lembaga keuangan internasional ini menempatkan Indonesia pada posisi 109, naik dari survei sebelumnya yang masih bertengger di tangga 120.
Dengan kemajuan tersebut, Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai salah satu dari 24 negara dari 189 negara yang berhasil mereformasi tiga indikator atau lebih. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pun mengapresiasi survei sepanjang 2 Juni 2014 hingga 1 Juni 2015 tersebut. Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Tamba Hutapea mengatakan setidaknya ada tiga indikator yang menjadi acuan perbaikan peringkat tersebut. "Di antaranya pembayaran pajak, akses kredit, dan izin konstruksi," kata Tamba, Jakarta, Rabu, 28 Oktober 2015.
Sebagai ukuran kemudahan berbisnis, Bank Dunia membuat 10 indikator. Indonesia tak selalu meraih nilai bagus dalam semua faktor tersebut. Misalnya, dalam kategori memulai usaha (starting business), nilai Indonesia menurun dari 155 menjadi 173.
Namun, lembaga keuangan internasional itu mencatat hal positif di kategori lainnya, yakni waktu total untuk memulai usaha terpangkas dari 52,5 hari menjadi 47,8 hari. Kemudian, akses perkreditan (getting credit) membaik dalam sistem fidusia online, misalnya memungkinkan unutk mengakses pencarian nama debitur. Sementara itu, indeks hak hukum juga meningkat dari empat menjadi lima. Ada pula perubahan positif dalam pembayaran pajak dari peringkat 160 menjadi 148 dan izin konstruksi membaik dari posisi 110 ke 107.
Tamba mengatakan, sebenarnya peringkat kemudahan berbisnis Indonesia pada 2015 berada di posisi 114. Namun, karena ada perubahan metodologi, rangking tahun lalu merosot hingga peringkat 120. Dia berharap perubahan peringkat secara positif ini akan membangun citra Indonesia, terutama dalam meningkatan penanaman modal.
"Sebenarnya, di angka 100 itu masih kurang elok dan pengaruhnya tidak terlalu signifikan terhadap investasi. Hanya saja, dari sisi image building ini kami harap akan berdampak baik," kata Tamba. (Baca juga: Meski Membaik, Berbisnis di Indonesia Tetap Lebih Sulit dari Vietnam).
Direktur Deregulasi Penanaman Modal BKPM Yuliot menambahkan, rilis Bank Dunia ini akan menjadi catatan institusinya untuk melakukan perbaikan. BKPM akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga negara lainnya. Hal ini untuk mengejar target peringkat kemudahan berbisnis dua digit pada 2017 sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah memang perlu bekerja keras. Sebab, rencana capaian itu juga sudah diutarakan pada tahun lalu. Karena itu, walau posisinya membaik tapi Indonesia jauh tertinggal dari negar lain, termasuk di kawasan yang sama. (Baca pula: BKPM Targetkan Peringkat Kemudahan Usaha Double Digit Tahun Depan).
Survei Bank Dunia kali ini kembali menempatkan Singapura sebagai negara terbaik dalam memenuhi kemudahah berbisnis dan peringkat kedua diduduki Selandia Baru. Sementara itu, Cina di tangga ke-lima, Taiwan di posisi 11, Malaysia 18, Jepang 34, Thailand 49, Vietnam 90, dan Filipina 103.
Doing Business 2016, yang kali ini mengambil tema “Mengukur Kualitas dan Efisiensi Regulasi”, menemukan bahwa Asia Timur dan Pasifik merupakan kawasan kedua yang paling banyak terwakili, setelah Eropa, dalam 20 perekonomian terbaik dunia. Sebagian besar negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik memang sedang menerapkan reformasi untuk memperbaiki berbagai kebijakan usaha kecil dan menengah.
“Pengusaha di kawasan Asia Timur dan Pasifik menyaksikan reformasi di berbagai sektor, mulai dari berkurangnya kendala untuk membuka usaha baru serta upaya-upaya yang memudahkan kepatuhan pajak hingga memperbaiki kebijakan di pasar kredit dan meningkatkan akses memperoleh listrik,” kata, Manager laporan Doing Business, Rita Ramalho dalam keterangan resminya.