KATADATA - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan polemik munculnya rencana Dewan PerwakilanRakyat berhak mengajukan usulan Dana Alokasi Khusus fisik sudah selesai. Perdebatan mengenai dana aspirasi dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2016 juga telah kelar.
“Tidak ada masalah. Sudah selesai semua,” kata Bambang di kantornya, Jakarta, Selasa, 28 Oktober 2015. (Baca juga: Lambat Cairkan Anggaran, Kemenkeu Siapkan Sanksi Bagi Pemda).
Hal yang sama dilontarkan Anggota Komisi Keuangan DPR Misbakhun. Penundaan RAPBN disebabkan ada beberapa perubahan pada postur asumsi makro sehingga alokasi anggaran berubah. Salah satunya mengenai target penerimaan pajak. Misbakhun juga menyanggah ada perdebatan soal usulan dana aspirasi atau DAK. "Sama sekali tidak ada (usulan dana aspirasi), karena ini usulan dari Pemerintah, bukan kami," ujarnya.
Ribut mengenai usulan DAK dari Dewan PerwakilanRakyat ini bermula ketika panitia kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR memasukan tambahan penjelasan dalam RUU RAPBN 2016. Di sana disebutkan bahwa DPR berhak mengajukan usulan DAK fisik yang pagu anggarannya mencapai Rp 91,78 triliun, jumlah yang besar. Padahal, dalam draf sebelumnya disebutkan bahwa tugas DPR hanya memberi masukan dan kritik.
Atas klausul yang "menyusup" ini, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Budiarso Teguh Widodo menjelaskan bahwa pembahasan APBN merupakan proses politik, tidak hanya membahas teknikal anggaran saja. Adapun rancangannya berasala dari pemerintah. Karena itu dia merasa kaget ketika tiba-tiba muncul satu pasal penjelasan tersebut.
“Saya sendiri juga bingung. Saya kan tidak hadir. Kalau saya hadir, tidak akan terjadi,” kata Teguh. Karena itu, ia menyatakan akan mengubah rancangan beleid tersebut pada pembahasan selanjutnya. (Baca pula: Tak Buat Laporan, Pemerintah akan Pangkas Dana Desa).
Menurut Teguh, Undang-Undang APBN berbeda dengan perundangan lainnya. Beleid ini disampaikan oleh pemerintah, sementara DPR hanya memberi masukan atau kritik. Begitu pula dengan pengajuan DAK, mekanismenya disampaikan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) ke Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (DPPAKD). Kemudian, usulan tersebut diserahkan ke biro keuangan provinsi atau Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Di level ini, pengajuan tersebut diverifikasi oleh sekretariat daerah untuk dikonsolidasikan sebagai usulan pemerintah daerah. Bupati atau walikota kemudian mengesahkannya dengan template tertentu. Usulan ini dibawa ke pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), dan kementerian teknis terkait sebagai tim verifikasi DAK.
“Setiap kementerian dan lembaga punya data teknis tentang kondisi sarana dan prasarana di setiap daerah. Setelah verifikasi, dibahas oleh tim verifikasi DAK dan dituangkan dalam nota keuangan dan RAPBN. Lalu diusulkan ke DPR,” ujar Budiarso.
Panitia kerja kemudian membahasnya dalam rapat kerja Banggar. Bila disetuji, Menteri Keuangan, Anggota DPR, dan Gubernur Bank Indonesia akan menandatanganinya. Terakhir, RUU APBN dibahas dalam sidang paripurna.
Melihat proses seperti itu, Budiarso menyatakan perlu menilik kembali RUU APBN 2016 terkait tambahan penjelasan mengenai DAK dan dana aspirasi. Sebab, DAK merupakan usulan dari pemda, adapun DPR hanya memberi masukan. "Di panja, itu sifatnya baru sementara," ujar dia.