KATADATA ? Pemerintah mencabut pasal yang memberikan hak imunitas atau kekebalan hukum bagi pengambil kebijakan ketika terjadi krisis dalam sistem keuangan. Persoalan ini merupakan pokok yang ditolak DPR dalam pembahasan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) pada 2009.
?Tidak ada pasal imunitas bagi pengambil kebijakan. Namun, agar berani mengambil keputusan diusulkan adanya pendampingan hukum,? kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa (25/8).
Selain mencabut pasal tersebut, pemerintah juga memfokuskan cakupan penanganan, yakni hanya pada sektor perbankan. Dalam RUU sebelumnya, cakupan penanganan yang dinilai dapat membahayakan sistem keuangan nasional turut mencakup asuransi dan surat berharga negara (SBN). Sektor perbankan menjadi satu-satunya cakupan karena dinilai sebagai sendi utama sistem pembayaran yang bila bermasalah akan mengancam perekonomian nasional.
(Baca: Menkeu Pastikan UU JPSK Bisa Selamatkan Bank Kecil)
Bambang mengatakan, belajar dari krisis keuangan 1997-1998, pemerintah terus berupaya melakukan perbaikan untuk membangun sistem keuangan yang tangguh. Selain itu mekanisme koordinasi dalam memelihara stabilitas sistem keuangan secara terpadu dan efektif menjadi penting setelah krisis 2008.
?Melihat kedua kondisi tersebut perlu disusun RUU JPSK sebagai landasan hukum yang kuat untuk jaga stabilisasi sistem keuangan,? kata Bambang.
Kemudian yang juga menjadi pokok dalam RUU JPSK ini adalah penetapan bank berdampak sistemik yang pada RUU tahun 2012 dilakukan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yakni ketika bank sudah mengalami masalah. Dalam RUU JPSK sekarang, diusulkan agar penetapan bank tersebut dilakukan sebelumnya oleh otoritas pengawasan setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI).
(Baca: BI Minta RUU JPSK Bahas Bantuan Likuiditas dan Bank Gagal)
Selain itu, untuk meminimalisasi penggunaan dana publik maka penanganan bank dengan mengedepankan rencana penyehatan dan pemulihan (private solution) yang disusun oleh bank yang bersangkutan dan disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selanjutnya, permasalahan solvabilitas yang metodenya akan disertai penanganan bank oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yakni dengan pengalihan aset dan kewajiban, serta bank perantara. ?Kedua metode ini dinilai lebih efektif dan menimalkan biaya penanganan bank,? kata dia.