KATADATA ? Turunnya harga komoditas di pasar dunia menyebabkan target penerimaan bea keluar (BK) sulit tercapai yang ditargetkan sebesar Rp 12,05 triliun pada tahun ini. Kekurangan atau shortfall penerimaan bea keluar diperkirakan mencapai Rp 9 triliun.
Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, penerimaan bea keluar hingga semester I-2015 baru mencapai Rp 1,9 triliun. Penerimaan di bawah target tersebut karena harga komoditas yang masih belum menunjukkan kenaikan, terutama minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang menjadi komoditas utama Indonesia.
?Harga CPO belum pernah sampai US$ 750 per metrik ton CPO, sehingga kami tidak akan dapat apapun dari CPO,? ujar dia di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, kemarin.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, bea keluar baru dapat ditarik apabila batas harga CPO mencapai US$ 750 per metrik ton dengan tarif 7,5 persen.
Adapun di pasar internasional sejak Agustus 2014, harga CPO selalu berada di bawah US$ 750 per metrik ton. Pada Juni 2015, harga CPO rata-rata tercatat sebesar US$ 670 per metrik ton.
?Bea keluar, kami akan shortfall di angka Rp 9 triliun atau sedikit di bawah itu lah,? tutur Heru.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sebelumnya mengatakan, hingga saat ini penerimaan bea keluar masih nol. Terutama karena harga CPO yang masih rendah, bahkan di batas bawah (tresshold) bea keluar. Maka, pemasukan untuk bea keluar saat ini hanya berasal dari ekspor tembaga yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.
Dari catatan DItjen Bea Cukai, realisasi penerimaan bea cukai sepanjang semester I-2015 ini mencapai Rp 77,6 triliun dari target sebesar Rp 195 triliun sampai akhir tahun. Terdiri dari Rp 60,1 triliun merupakan penerimaan cukai dan Rp 15,4 triliun bea masuk, dan bea keluar Rp 2 triliun.
Nilai tersebut lebih besar dibandingkan periode yang sama 2014, yakni sebesar Rp 57,4 triliun.
?Cukai dan bea masuk dibandingkan tahun lalu memang lebih rendah (secara persentase). Namun, secara nominal sedikit lebih besar,? ujar Bambang.