KATADATA ? Pemerintah masih mengkaji status hukum Badan Pengelola Minyak dan Gas Bumi Aceh (BPMA). Kajian ini diperlukan agar BPMA tidak bernasib seperti Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) yang dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Kepala Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susyanto mengatakan nantinya BPMA bisa berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau lembaga pemerintah. Ini dilakukan agar tidak bertentangan dengan keputusan MK.

Dalam keputusan Nomor 36/PUU-X/2012, MK memutuskan untuk membubarkan BP Migas. Menurut pandangan MK, pihak yang dapat melaksanakan pengelolaan sumber daya alam migas hanya badan usaha. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menngeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Aceh pada 5 Mei 2015. Melalui PP, juga diatur mengenai pembentukan BPMA. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa BPMA merupakan badan pemerintah. 

Untuk menentukan bentuk kelembagaan BPMA ini, Kementerian ESDM masih perlu membahasnya dengan pemerintah Nangroe Aceh Darusalam. Susyanto mengatakan hingga saat ini belum ada pembicaraan mengenai hal tersebut dengan pihak Aceh.

"BPMA belum bisa berfungsi, masih menunggu pembentukannya. Kalau tidak salah, pembentukan badan tersebut dibatasi enam bulan," kata dia kepada Katadata di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (12/6).

BPMA dibentuk untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian kegiatan usaha hulu migas di wilayah Aceh, baik di darat maupun di laut. Namun BPMA hanya berwenang untuk wilayah kerja migas 0 sampai dengan 12 mil laut.

Pemerintah Aceh juga akan menerima Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa bagi hasil dalam pengelolaan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi sebesar 30 persen dari pengelolaan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi. Ini termasuk untuk wilayah laut 12-200 mil.

"Seharusnya, untuk wilayah 12-200 mil itu tidak dapat," ujar dia.

Pemerintah Aceh juga nantinya wajib mendapatkan bagian sebesar 50 persen dari  bonus tanda tangan akibat penandatanganan kontrak bagi hasil produksi (production sharing contract/PSC). Ada juga porsi bonus produksi, jika produksinya melebih target sebesar 50 persen. 

Reporter: Arnold Sirait