KATADATA ? Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mewacanakan untuk menerapkan pengampunan secara hukum bagi pelaku pelanggaran di sektor keuangan. Skema yang diusulkan merupakan tax amnesty yang diperluas.
Dalam skema ini, nantinya bukan saja pelanggaran perpajakan tapi juga pelaku tindak pidana umum dan khusus lainnya yang akan diberi pengampunan secara hukum. Termasuk di dalamnya pengampunan terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
?Kecuali (kasus) narkotika dan terorisme,? kata Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito di kantornya, di Jakarta, kemarin.
Makanya, kata dia, pemberian pengampunan ini bukan disebut tax amnesty, melainkan legal amnesty (pengampunan hukum) atau special amnesty (pengampunan khusus) seperti yang diterapkan di Afrika Selatan. Adapun, fokus pemberian pengampunan tersebut adalah untuk menarik dana yang terparkir di luar negeri yang potensi pajaknya diperkirakan mencapai Rp 100 triliun.
Saat ini, rencana pemberian pengampunan tersebut masih dibahas bersama dengan institusi penegak hukum lain, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian. ?DPR yang mengumpulkan,? kata dia.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, sebaiknya pemerintah mengkaji rencana kebijakan legal amnesty secara mendalam dan komprehensif. Secara istilah, pemberian legal amnesty berarti memberikan pengampunan pidana dalam arti luas.
?Kalau tax amnesty kan jelas, cakupannya ya financial and legal amnesty. Yakni, sanksi administrasi dihapus dan pidana pajak tidak dikenakan,? kata dia kepada Katadata.
Dia juga menyampaikan, di Afrika Selatan kebijakan yang diterapkan berupa rekonsiliasi politik bukan peniadaan pidana pajak bagi koruptor. Maksudnya, rekonsiliasi pengemplang pajak sebagai wajib pajak yang diampuni dan sesudahnya diwajibkan untuk patuh.
Terkait tax amnesty, Prastowo mengatakan, pemerintah tidak dapat menerapkannya berbarengan dengan kebijakan perpajakan lainnya, seperti program penghapusan denda administratif (Sunset Policy). Penerapan pengampunan pajak justru akan kontradiktif, karena menyebabkan upaya pemerintah mengejar potensi penerimaan pajak selama lima tahun ke belakang akan sia-sia.
Lagipula, menurut dia, penerapan tax amnesty harus diikuti oleh data yang lengkap dan konkret. Bila tidak, kebijakan ini hanya akan menjadi pemanis dan tidak akan optimal. Bahkan, hanya akan dimanfaatkan oleh pihak tertentu, yakni setelah diampuni, wajib pajak justru tidak semakin patuh.
?Kalau terlalu cepat (diterapkan), bisa tidak optimal karena keikutsertaan dalam tax amnesty mengandaikan bahwa wajib pajak tahu kalau Ditjen Pajak tahu data mereka,? ujarnya.