KATADATA ? Pemerintah memutuskan untuk menambah dana ganti rugi korban lumpur Lapindo sebesar Rp 46 miliar. Dengan tambahan ini, total dana ganti rugi korban lumpur Lapindo membengkak menjadi Rp 827 miliar.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan biaya tersebut akan menyelesaikan seluruh ganti rugi warga yang terkena dampak lumpur Lapindo. Dana untuk ganti rugi ini akan diambil dari dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.
"Jadwalnya sebelum Lebaran sudah rampung, itu masih lebih dari sebulan lagi," kata Basuki saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (15/5).
(Baca: Dua Bukti Kelalaian Bakrie di Lapindo)
Untuk mengejar target tersebut Pemerintah telah membuat tim khusus yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2015. Tim ini beranggotakan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Sosial, Jaksa Agung, serta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Tim ini akan bekerjasama dengan PT Minarak Lapindo Jaya untuk menyusun mekanisme pembayaran ganti rugi. Dari pihak pemerintah akan diwakili oleh Basuki dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Ketika disinggung mengenai alasan pemerintah menambah dana ganti rugi ini, Basuki hanya mengatakan hal tersebut merupakan bukti hadirnya negara dalam permasalahan masyarakat. Dia mengaku tidak ingin mendiskriminasi keberadaan masyarakat yang terkena dampak lumpur ini.
"Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan negara harus hadir (ikut serta) di dalam ganti rugi Lapindo," kata Basuki.
Sebenarnya ganti rugi ini merupakan tanggung jawab Minarak Lapindo. Tahun lalu MK memutuskan Minarak Lapindo membayar ganti rugi korban lumpur Lapindo sebesar Rp 3,8 triliun. Namun, anak perusahaan Lapindo Brantas Inc. ini mengaku hanya bisa membayar Rp 3,03 triliun.
Akhirnya pemerintah memutuskan untuk membayarkan sisanya Rp 781 miliar, dengan jaminan aset Lapindo senilai Rp 2,7 triliun. Jika dalam empat tahun Minarak Lapindo tidak mampu melunasi, maka aset tersebut akan ditarik oleh pemerintah.
Sejak 2006, pemerintah telah menggelontorkan dana sekitar Rp 7,6 triliun dari APBN melalui Badan Penanggulangan Semburan Lumpur untuk korban. Dana digunakan sebagai kompensasi atas kehilangan harta benda dan kehilangan pendapatan korban, akibat kesalahan korporasi dalam pengeboran sumur gas tersebut.
(Baca: Rp 7,6 T Terbenam di Lumpur Lapindo)
Menurut laporan audit BPK, terjadi akibat kesalahan teknis pengeboran sumur Banjar Panji-I di Blok Brantas. Blok Brantas dimiliki oleh tiga perusahaan dengan kepemilikan saham masing-masing Lapindo Brantas (50 persen), Medco EP Brantas (32 persen), Santos Brantas (18 persen). Lapindo bertindak sebagai operator, sedangkan Medco dan Santos sebagai partisipasi partner.