KATADATA ? Pemerintah akan memberikan insentif dan kemudahan bisnis untuk investor yang menanamkan modalnya pada industri hijau. Industri hijau adalah industri yang menggunakan bahan dan teknologi ramah lingkungan, bisa didaur ulang, serta menggunakan energi alternatif.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan dengan adanya insentif, pemerintah berharap industri hijau bisa tumbuh hingga 20 persen per tahun. Dalam lima tahun terakhir Franky mengatakan investasi di industri hijau mencapai US$ 41 miliar. Targetnya pada 2019, realisasi penanaman modal untuk industri ramah lingkungan mencapai US$ 100 miliar.

Menurut Franky, kemudahan atau insentif yang akan diberikan pemerintah bersifat fiskal dan non fiskal. Dari sisi fiskal, pemerintah akan memberikan insentif berupa keringan pajak seperti tax holiday dan tax allowance untuk 5 sampai 10 tahun, kepada industri biofuel dan sumber daya alam terbarukan. 

Sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2015, pemberian tax allowance diberikan kepada 143 sektor bisnis. Dari jumlah tersebut sekitar 10 sektor industri hijau termasuk di dalamnya, diantaranya panas bumi dan energi terbarukan.

"Dalam aturan tersebut disebutkan pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari jumlah investasi yang dibebankan selama enam tahun atau masing-masing 5 persen per tahun," kata dia di acara "Tropical Landscape Summit 2015" di Jakarta, Senin (27/4).

Pemerintah juga akan memberikan keringanan cukai untuk mengimpor bahan baku dan mesin yang dibutuhkan selama dua tahun produksi.

Franky menyebut, insentif non fiskal juga akan diberikan bagi industri hijau, antara lain kemudahan perizinan, dengan program pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Bagi para pekerja asing, juga akan mendapat kemudahan dalam hal perizinan.

Pemerintah juga akan memfasilitasi investor yang akan menanamkan modalnya di kawasan industri dan memberikan zona ekonomi khusus. Saat ini sudah ada 8 zona ekonomi khusus dan pemerintah sedang merencanakan untum membangun 11 daerah baru.

Reporter: Arnold Sirait