BI Lanjutkan Kebijakan Moneter Ketat

KATADATA/ Donang Wahyu
Bank Indonesia mempertahankan tingkat suku bunga acuan di posisi 7,5 persen.
14/4/2015, 18.39 WIB

KATADATA ? Bank Indonesia (BI) melanjutkan kebijakan moneter ketat dengan mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) di posisi 7,5 persen.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, bank sentral ingin menjaga laju inflasi sebesar 4 persen plus minus 1 persen pada akhir tahun.

?Juga mengarahkan defisit transaksi berjalan (current account deficit) ke tingkat yang sehat di kisaran 2,5 persen-3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB),? kata Tirta seusai Rapat Dewan Gubernur (RDG) di kantor BI, Jakarta, Selasa (14/4).

Selain BI Rate, Dewan Gubernur BI juga memutuskan mempertahankan suku bunga penempatan dana (deposit facility) sebesar 5,5 persen dan pinjaman dari BI (lending facility) 8 persen.

Kebijakan BI ini dilandaskan pada masih adanya risiko dari ketidakpastian rencana bank sentral Amerika Serikat (AS), the Fed, menaikkan suku bunganya (Fed Rate). Kondisi ini mengakibatkan nilai tukar dolar AS menguat terhadap semua mata uang dunia, sehingga mengurangi aliran dana asing yang masuk.

Dengan situasi ini, BI akan tetap berhati-hati dalam mengambil kebijakan dan mewaspadai adanya risiko eksternal dan domestik. Termasuk, tetap menerapkan kebijakan moneter ketat serta memperkuat koordinasi dengan pemerintah baik pusat maupun daerah.

?Sementara kami putuskan (kebijakan moneter ketat) seperti ini. Nanti akan kami evaluasi dari waktu ke waktu,? tutur dia.

Tirta juga menyampaikan, pemulihan ekonomi global berlangsung lamban. Sejalan dengan perbaikan ekonomi AS, yang menjadi penopang ekonomi global, tidak sekuat perkiraan sebelumnya. The Fed bahkan merevisi proyeksi makroekonomi AS ke bawah, dan mengindikasikan kemungkinan kenaikan Fed Rate yang lebih kecil dan lebih lambat dari perkiraan awal.

Sebaliknya, ekonomi Eropa diprediksi akan membaik tecermin dari indikator konsumsi dan produksi. Hasil Federal Open Meeting Commitee (FOMC) terakhir dan pembelian aset oleh bank sentral Eropa (Eropa Central Bank/ECB) mendorong penurunan imbal hasil (yield), dan perbaikan arus investasi portofolio di negara dengan pasar yang sedang berkembang (emerging market), termasuk Indonesia.

Di kawasan Asia, perekonomian Jepang diperkirakan akan membaik secara moderat. Sementara Cina, masih dalam trem perlambatan akibat investasi yang menurun. Harga komoditas juga masih dalam level rendah, meskipun harga minyak dunia sedikit mengalami kenaikan karena perkembangan geopolitik di Timur Tengah.

Reporter: Desy Setyowati