Target Pertumbuhan 5,7 Persen Akan Sulit Tercapai

KATADATA
Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta beberapa waktu lalu. Konsumsi rumah tangga merupakan penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia.
2/4/2015, 10.35 WIB

KATADATA ? Target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen pada tahun ini dinilai bakal sulit tercapai. Perlambatan ekonomi global serta masih rendahnya tingkat konsumsi masyarakat menyebabkan perekonomian di Tanah Air belum menggeliat.

Ekonom Universitas Indonesia Anton Gunawan memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada tahun ini akan berkisar pada angka 5,2 persen-5,3 persen. Apalagi, pengeluaran pemerintah pada kuartal I masih rendah. Ini seiring belum selesainya proses tender proyek-proyek pemerintah.

 ?Untuk tahun pertama pemerintahan ini, (target pertumbuhan 5,7 persen) tersebut tidak realistis,? kata Anton saat dihubungi Katadata, Selasa (1/4).

Proyeksi yang sama juga disampaikan Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih. Menurutnya, kinerja perekonomian tergantung pada realisasi pertumbuhan pada kuartal I. ?Kalau kuartal I kurang dari angka 5 persen, maka target pertumbuhan sebesar 5,7 persen tidak akan tercapai,? kata dia.

Dalam perhitungannya, pertumbuhan ekonomi pada tahun ini berada di kisaran 5,3 persen-5,4 persen. Tidak tercapainya target pertumbuhan lantaran keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) telah mendorong terjadinya inflasi yang membuat daya beli masyarakat turun.

Ini terlihat dari kinerja beberapa sektor seperti retail, elektronik, semen, dan otomotif yang cenderung turun selama kuartal I. Sebagai kompensasi berkurangnya konsumsi masyarakat, pemerintah diharapkan segera merealisasikan belanja modal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

?Tetapi kalau konsumsi Pemerintah tidak agresif seperti sekarang akan sulit juga (mengimbangi konsumsi masyarakat),? ujarnya.

Konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar struktur ekonomi Indonesia. Pada 2014, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,02 persen dengan kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga mencapai 56,1 persen. Kemudian diikuti pembentukan modal tetap bruto sebesar 32,6 persen fan ekspor barang dan jasa 23,7 persen.

Lebih lanjut Anton mengatakan, kebijakan pemerintah yang menetapkan harga BBM berdasarkan siklus dua pekan akan berdampak positif untuk menekan inflasi. ?Ketimbang membiarkan harga BBM meroket akibat terlalu lama ditahan dalam menghadapi kenaikan harga minyak dunia.?

Dia memprediksi angka inflasi tahun ini hanya sebesar 4,6 persen-4,8 persen. Angka ini jauh lebih kecil ketimbang proyeksi inflasi pemerintah sebesar 5 persen, dan juga proyeksi Bank Indonesia (BI) sebesar 4,5 persen plus minus 1 persen.

?Justru dengan penetapan model dua mingguan secara statistik inflasinya akan lebih terkendali,? kata Anton. ?Masyarakat juga akan terbiasa nantinya.?

Meski begitu, Anton meminta agar pemerintah menjaga rantai pasokan pangan agar inflasi tetap terkendali. 

Reporter: Ameidyo Daud Nasution