KATADATA ? Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium, akan berdampak pada penurunan impor bahan bakar minyak tahun ini.
Pelaksana Tugas Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Muhammad Rizwi memprediksi impor BBM akan turun sampai 50 persen tahun ini. "Impor Premium turun 40 sampai 50 persen. Sekarang premium tidak subsidi lagi. Dulu subsidi maka konsumsi tidak terkendali. Sekarang lebih terkendali dengan harga sudah tidak disubsidi," katanya di Ditjen Migas, Jakarta, Senin (9/2).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor Minyak dan Gas sepanjang tahun 2014 mencapai US$ 43,4 miliar. Rinciannya, impor minyak mentah sebesar US$ 13,07 miliar, hasil minyak US$ 27,36 miliar, dan gas US$ 3,02 miliar.
Dampak pencabutan subsidi BBM akan membuat impor minyak mentah dan hasil minyak turun cukup signifikan. Selain itu penurunan nilai impor juga akan terjadi seiring dengan harga minyak yang lebih rendah dari rata-rata harga tahun lalu.
Meski demikian, pemerintah mengaku tidak sepenuhnya melakukan pencabutan subsidi. Subsidi BBM jenis premium akan kembali diberikan jika harga minyak kembali naik mencapai US$ 70 per barel.
"Kalau nanti akhir tahun harga minyak dunia naik sampai US$ 70 sampai 80 per barel dan harga Premium menjadi Rp 9500 per liter, pemerintah harus memberikan subsidi," ujar Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Naryanto Wagimin.
Dia mengatakan mengatakan pemerintah akan terus mengamati perkembangan harga minyak dunia. Saat ini tren harga minyak dunia memang sudah menunjukan kenaikan.
Menurut Naryanto, dengan mulai menguatnya harga minyak mentah Brent ke level US$ 57,93 per barel, akan membuat harga Premium kembali naik. Hal ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi daya beli masyarakat.
Makanya pemerintah masih merasa perlu untuk memberikan subsidi terhadap premium. Subsidi akan kembali diberikan jika harga keekonomian Premium sudah melebihi Rp 9500 per liter.