KATADATA ? Pada perdagangan perdananya, saham PT Blue Bird langsung naik hingga hmpir 10 persen. Padahal sebelumnya perusahaan taksi ini menurunkan harga saham perdana dari Rp 7.200-Rp 9.300 per saham, menjadi Rp 6.500 per saham.
Perseroan sengaja menurunkan harga saham perdana tersebut karena mempertimbangkan volatilitas ekonomi global, terutama Eropa yang memburuk. Blue Bird khawatir kondisi perekonomian global ini akan mempengaruhi investor.
Direktur Keuangan Blue Bird Robert Rerimassie mengaku sebenarnya permintaan dari investor terhadap saham perseroan cukup tinggi. Namun, setelah perusahaan taksi ini melakukan Publik Expose untuk Penawaran Saham Perdana (Initial Public Offering/IPO) pada Oktober lalu. Perseroan kembali meninjau faktor-faktor yang memengaruhi penilaian investor.
Dia mengatakan pada awal Oktober, kondisi perekonomian Eropa melemah. Apalagi perseroan memfokuskan diri pada investor jangka panjang. Agar bisa menjadi partner perusahaan dalam jangka panjang. Makanya, Blue Bird menurunkan harga saham perdana ke posisi yang dianggap lebih wajar.
"Tren (ekonomi global) yang menurun itu, memberi rasa tidak nyaman bagi investor," ujar Robert, di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (5/11).
Robert mengaku penanam modal Blue Bird sudah memahami dengan baik kondisi keuangan perusahaanya. Investor juga sudah paham kondisi ekonomi dan politik dalam negeri, termasuk dampak Quantitative Easing (QE) dan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (Fed Rate).
Masalahnya, Blue Bird menargetkan investor yang akan membeli sahamnya adalah investor jangka panjang. Makanya perhitungan harga saham perdana juga difokuskan pada investor tersebut.
"(Investor) fix long term jadi concern kami. Jadi bukan investor yang short term. Yang dituju adalah yang bisa jadi partner," kata President Director Danareksa Sekuritas Marciano H. Herman, sebagai penjamin emisi.