KATADATA ? Euforia pasar terhadap keterpilihan Joko Widodo sebagai presiden diperkirakan tidak akan terlalu lama. Kurs rupiah diprediksi bakal menguat hingga Rp 11.300 per dolar Amerika Serikat (AS) jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai presiden terpilih pada sore nanti.
Jika kubu Prabowo Subianto kemudian menolak hasil pilpres dan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) rupiah tidak akan merosot hingga ke atas Rp 12.300 per dolar AS.
?Nggak akan lebih dari itu (Rp 12.300) karena rupiah sudah melemah dalam sebanyak dua kali," ujar Branko Windoe, Head of Treasury PT Bank Central Asia Tbk (BCA).
Dia memperkirakan, rupiah akan berada pada rentang Rp 11.500-Rp 11.800 per dolar AS jika terjadi perselisihan hasil rekapitulasi KPU.
Menurut Branko, ada sejumlah faktor fundamental yang membuat rupiah sulit untuk meneruskan penguatannya. Di antaranya, kebijakan bank sentral AS (The Fed) yang akan menarik stimulus fiskal dapat mempengaruhi pergerakan rupiah.
Kemudian dampak ketegangan yang terjadi di Suriah dan Palestina dikhawatirkan dapat menaikkan harga minyak mentah dunia. Kenaikan harga minyak dapat mempengaruhi besaran defisit anggaran pemerintah yang disebabkan membengkaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM).
?Selain itu, rupiah naik atau turun tergantung di balance of payment (neraca pembayaran). Kejadiannya sekarang tapi dampaknya 4-5 bulan sebelumnya,? kata dia.
?Yang jadi concern adalah flow-nya. Selama ini yang diperhatikan hanya defisit neraca dagangnya saja, tapi neraca income dan service yang selalu defisit kurang dijadikan perhatian."
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah dunia jenis brent untuk pengiriman September pada hari ini tercatat mengalami kenaikan 0,22 persen ke US$ 107,92 per barel.
Reza Priyamba, Kepala Riset Trust Sekuritas, menuturkan laju rupiah saat ini mampu kembali terapresiasi meski diterpa sentimen negatif melemahnya sejumlah mata uang Asia Pasifik imbas sentimen konflik di Ukraina dan Rusia.
Menurutnya, pelaku pasar berekspektasi positif jika hasil pemilihan presiden (pilpres) dapat diterima oleh kedua belah pihak. "Termasuk para relawan dan pendukungnya, sehingga tidak akan menimbulkan kekacauan," ujarnya.
Di sisi lain, muncul juga spekulasi bahwa inflasi di bulan Juli ini tidak akan terlalu tinggi seiring tidak terlalu signifikannya harga rata-rata barang konsumsi.