KATADATA ? Indonesia merupakan salah satu negara yang perekonomiannya paling tidak efisien. Hal ini terlihat dari tingkat rasio pertumbuhan investasi terhadap pertumbuhan pengeluaran atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang meningkat.
Menurut perhitungan tim ekonomi Bank Mandiri, ICOR Indonesia pada 2013 mencapai 5,7 poin, naik dari tahun sebelumnya sebesar 5,3. Kenaikan ICOR ini terjadi terutama pasca-krisis 2008.
Aldian Taloputra, Chief Economist Mandiri Sekuritas, mengatakan tingkat ICOR yang tinggi, mencerminkan penggunaan barang modal yang lebih tinggi lagi. Menurutnya ada banyak hambatan yang terjadi di Indonesia, sehingga membuat tingkat ICOR menjadi tinggi dan menjadikan Indonesia sebagai negara ekonomi mahal.
?Salah satu hambatan tersebut adalah biaya logistik yang mahal. Misalnya kalau mau mengirim barang ke luar Jawa itu biayanya bisa lebih mahal daripada ke luar negeri,? ujarnya saat dihubungi Katadata, Selasa (17/6).
Tingginya biaya logistik ini disebabkan banyak hal, seperti minimnya infrastruktur dan masalah lamanya perizinan. Hal ini membuat waktu tunggu pengiriman logistik (dwelling time) menjadi panjang.
Berdasarkan data ?Doing Business 2013? yang dilansir Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat 54 dalam hal kemudahan perdagangan lintas negara. Posisi ini lebih rendah dari Singapura, Malaysia, dan Thailand yang masing-masing berada di peringkat 1, 5, dan 24.
Demikian pula dengan biaya ekspor Indonesia sebesar US$ 615 per kontainer yang lebih mahal dari rata-rata negara ASEAN sebesar US$ 574 per kontainer. Sedangkan biaya impor Indonesia mencapai US$ 660 per kontainer lebih tinggi dari rata-rata biaya yang dikeluarkan negara-negara ASEAN US$ 625 per kontainer.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, selain masalah logistik, tingginya ICOR juga sangat dipengaruhi oleh teknologi produksi yang digunakan di Indonesia. ?Dengan modal yang besar, hanya bisa menghasilkan output yang rendah,? ujarnya.
Kaitannya dengan teknologi, berpengaruh pada produktivitas dan efisiensi. Mengingat teknologi yang digunakan di Indonesia sudah banyak yang umurnya sudah tua.
Sebelumnya dalam acara debat calon presiden, kedua kandidat presiden menargetkan pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 7 persen. Menurut Prabowo Subianto, target pertumbuhan tersebut dapat dicapat dengan memperbaiki iklim investasi, terutama dalam hal kemudahan perizinan.
Sementara Joko Widodo berkomitmen memperbaiki infrastruktur transportasi dengan menerapkan sistem tol laut, sehingga dapat menekan biaya logistik.