KATADATA ? Aktivitas politik anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disorot karena dianggap berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, terkait independensi dan transparansi pemeriksaan.
Hal itu merupakan salah satu rekomendasi yang diberikan Najwyzsza Izba Kontroli atau BPK Polandia dalam penelaahan sejawat (peer review) terhadap BPK RI yang hasilnya diserahkan ke auditor negara itu pada 16 April lalu.
Dalam rekomendasinya, BPK Polandia meminta anggota BPK mengundurkan diri dari keanggotaan organisasi politik serta menarik diri dari kegiatan politik selama masa jabatannya. Terhitung sejak terpilih di parlemen, diangkat Presiden, dan mengambil sumpah.
?Jika anggota memutuskan untuk ikut dalam pemilihan umum atau terlibat dalam kegiatan politik lainnya, dia harus mengundurkan diri atau ditangguhkan keanggotaannya sebagai anggota Dewan BPK,? sebut rekomendasi BPK Polandia yang dokumennya diterima Katadata.
BPK Polandia menilai, keterlibatan anggota BPK dalam aktivitas politik berpotensi melanggar kode etik The International Organisation of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) yang menjadi payung auditor negara di seluruh dunia, di mana Indonesia menjadi salah satu anggotanya. Penelaahan oleh BPK Polandia ini pun termasuk dalam program INTOSAI, sebagai sistem kontrol bagi BPK.
Dalam paragraf 20 kode etik INTOSAI disebutkan, Bahwa penting bagi auditor untuk menjaga independensinya dari pengaruh politik guna melaksanakan tanggungjawab pemeriksaan dengan tidak memihak.
Begitu pula dalam paragraf 21 yang menyebutkan, jika auditor diizinkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas politik, mereka harus menyadari bahwa kegiatan ini dapat menyebabkan konflik profesional.
?Sembilan anggota Dewan, yang berstatus sebagai pejabat negara, memiliki posisi tegas sesuai amanat konstitusi. Dan pada faktanya mereka memainkan peranan penting di dalam organisasi,? sebut laporan BPK Polandia tersebut.
?Itulah sebabnya, persyaratan etika dan kompetensi profesional yang spesifik dari setiap kandidat anggota akan sangat diperlukan.?
Seperti diketahui, saat ini Ketua BPK dipegang oleh Rizal Djalil, mantan politisi dan anggota Komsisi XI DPR dari Partai Amanat Nasional. Selain dia, anggota IV BPK Ali Masykur Musa adalah mantan politisi Partai Kebangkitan bangsa. Bahkan dalam pemilu 2014, dia ikut dalam konvensi calon presiden yang digelar Partai Demokrat.
Selain keduanya, anggota BPK yang juga punya keterkaitan politik adalah Agung Firman Sampurna yang merupakan anak Kahar Muzakir, politisi Partai Golkar yang diduga terlibat dalam kasus Hambalang.
Achsanul Qosasih, anggota Komisi XI DPR, mengatakan meski diisi oleh mantan politisi, BPK secara fungsional dan struktural tetap independen. ?Cuma terkadang masih ada teman BPK yang orientasinya terkesan masih terkait dengan partai politik,? katanya saat dihubungi Katadata, Selasa (6/5).
Menurut dia, sampai saat ini hasil pemeriksaan BPK masih cukup independen. Namun dia mengusulkan agar UU BPK direvisi, terutama dalam hal rekrutmen pimpinan BPK. ?Harus mengedepankan unsur internal BPK. Kan dari sembilan BPK, cuma satu Pak Hasan Bisri yang karir. Harusnya minimal 30 persen dari dalam,? kata dia.