Pandemi corona telah menghantam perekonomian dunia. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memperkirakan kerugian akibat pandemi mencapai US$ 9 triliun atau setara Rp 134 ribu triliun (asumsi kurs Rp 14.900/US$) secara global. Kerugian tersebut terhitung hingga 2021.
"Kerugian akibat Covid-19 telah mencapai US$ 9 triliun untuk periode 2020-2021," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat dalam konferensi video di Jakarta, Kamis (30/4).
Menkeu menilai, kerugian tersebut merupakan dampak dari terkontraksinya pertumbuhan ekonomi dunia dan berbagai kondisi sosial seperti pemutusan hubungan kerja (PHK).
Nilai tersebut setara dengan produk domestik bruto (PDB) Jerman ditambah dengan Jepang. "Jadi artinya betapa dahsyatnya suatu pandemik dalam waktu singkat kurang dari 1 kuartal telah menyapu ekonomi dunia," ucap dia.
(Baca: Sri Mulyani: Lebih dari Separuh Rakyat Indonesia Tersentuh Bansos)
Jika dilihat dampak Covid-19 terhadap sektor riil, Sri Mulyani mengungkapkan ini terlihat dari pengangguran yang melonjak sangat tinggi. Amerika Serikat (AS) yang menjadi pusat ekonomi dunia mengklaim pengangguran bertambah 26 juta orang dalam 5 minggu.
Kemudian, consumer confidence AS pada Maret hanya 71,2 atau terendah sejak 2011. Penjualan ritel AS pada bulan Maret juga terkontraksi hingga 6,2%. Pencapaian tersebut merupakan yang terdalam sejak 2009.
Tak hanya di AS, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menyampaikan bahwa Eropa juga menghadapi tekanan yang sangat besar akibat pandemi. PMI Manufaktur Jasa Eropa pada bulan April terus terkontraksi di level terendah sejak 2009.
Business Confidence Jerman pun mencatatkan rekor terendah. Penjualan ritel Inggris kontraksi 5,8%, sebagai rekor terendah. Sedangkan di Asia, ekonomi Tiongkok pada kuartal I tahun ini turun hingga 6,8% yang merupakan rekor terendah selama hampir tiga dekade.
(Baca: Optimis Corona Reda 2021, Jokowi Minta Strategi Pemulihan Disusun)
Selain itu, penjualan ritel Tiongkok pada kuartal I turun 18,9%. PMI Jepang di April turut terkontraksi ke level terendah sejak 2009. Dengan demikian, menurut Sri Mulyani pemulihan pandemi Covid-19 yang masih diliputi ketidakpastian akan berdampak pada perekonomian global ke depan.
"Sehingga sekarang fokusnya adalah bagaimana kita bisa mengurangi dan memitigasi dalam ketidakpastian ini karena kita tidak pernah tau Covid-19 ini akan selesai kapan," ujarnya.