Nilai tukar rupiah naik 2,7% ke level Rp 14.881 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot sore, hari ini (30/4). Rupiah kembali ke posisi Rp 14.000, karena kepercayaan pasar terhadap perekonomian Indonesia meningkat.
“Maka, wajar kalau arus modal asing kembali masuk begitu deras dan membawa mata uang Garuda kembali digdaya," ujar Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi kepada Katadata.co.id, Kamis (30/4).
Bahkan, menurutnya keperkasaan rupiah melampaui mata uang Asia lainnya. Dikutip dari Bloomberg, yen Jepang menguat 0,02%, dolar Singapura 0,16%, dolar Taiwan 0,56%, won Korea Selatan 1,17%, rupee India 0,76%, yuan Tiongkok 0,37%, ringgit Malaysia 0,99%, dan baht Thailand 0,23%. Hanya dolar Hong Kong yang melemah 0,01%.
Ibrahim mengatakan, pasar merespons positif upaya pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menyelamatkan perekonomian. Utamanya, melalui strategi bauran yang diterapkan bersama-sama untuk menenangkan pasar.
(Baca: BI Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 7,1% pada 2021 karena Besarnya Stimulus)
Kebijakan tersebut dilakukan pasca-penjualan perdana surat utang negara (SUN) di bursa Singapura dan Prancis. "Dibarengi dengan suku bunga tinggi, menambah daya gedor tersendiri bagi pelaku pasar," katanya.
Tak hanya di pasar spot, rupiah turut menguat dalam transaksi antarbank. Hal ini tecermin dari kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), mata uang Garuda naik 1,67% ke level Rp 15.157 per dolar AS.
Meski begitu, Ibrahim memperkirakan rupiah dibuka melemah pada pekan depan. "Ditutup menguat tipis di antara Rp 14.800-Rp 14.540 per dolar AS," kata dia.
(Baca: Investasi RI Diminati Pemodal Asing, Rupiah Paling Perkasa di Asia)
Di satu sisi, BI pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 6,6%-7,1% pada tahun depan. Faktor pendorongnya yakni besarnya stimulus fiskal pemerintah akibat pandemi corona.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut dengan asumsi defisit anggaran hanya 3,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Jika stimulus fiskal sekitar 3,1% dari PDB bisa 6,6%,” ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat secara virtual, Kamis (30/4).
Namun, jika stimulus fiskal 4% dari PDB, maka pertumbuhan ekonomi diproyeksi bisa mencapai 7,1%. (Baca: Ekonomi AS Minus 4,8% akibat Corona, Sri Mulyani Waspadai Dampak ke RI)
Pada tahun ini, Perry juga optimistis ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 2,3% pada tahun ini. Rinciannya, pertumbuhan pada kuartal I hingga IV diperkirakan 4,3%, 0,4%, 1,2%, dan 3,1% berturut-turut.
Memang, Covid-19 berdampak pada rendahnya pertumbuhan konsumsi swasta dan investasi. Bahkan, pandemi ini membuat ekspor dan impor terkontraksi. "Namun stimulus fiskal dapat mendorong konsumsi pemerintah tumbuh lebih tinggi dari 2019," ujar dia.
(Baca: Uji Coba Obat Covid-19 Berhasil, Rupiah dan Mata Uang Asia Menguat)