Sebanyak 12 Juta Orang Indonesia Berpotensi Jatuh Miskin akibat Corona
Pandemi virus corona memukul perekonomian hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Core Indonesia menyebut wabah ini berpotensi menambah 5,1 juta hingga 12,3 juta orang miskin di dalam negeri pada kuartal II 2020.
Ekonom Core Akhmad Akbar Sutanto menjelaskan, jumlah panduduk di bawah garis kemiskinan pada Maret 2019 mencapai 25,1 juta atau 9,4% total penduduk Indonesia. Namun, jumlah penduduk rentan miskin dan hampir miskin mencapai 66,7 juta jiwa, sekitar 25% total penduduk Indonesia.
"Dengan menyebarnya pandemi dan diterapkannya pembatasan sosial berskala besar, banyak golongan masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan, bahkan harus kehilangan mata pencahariannya," ujar Akhmad dalam keterangan resmi, Selasa (5/5).
Core memperkirakan dalam skenario berat, jumlah penduduk miskin berpotensi bertambah 5,1 juta orang. Proyeksi ini dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 akan semakin luas pada bulan Mei 2020, tetapi tidak sampai memburuk, Dengan demikian, kebijakan PSBB hanya diterapkan di wilayah tertentu di pulau Jawa dan 1-2 kota di luar pulau Jawa.
"Total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini menjadi 30,8 juta orang, atau 11,7% dari total penduduk Indonesia," kata dia.
(Baca: Terpukul Pandemi Corona, Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I Hanya 2,97%)
Pada skenario lebih berat, penduduk miskin berpotensi bertambah 8,25 juta orang. Ini menggunakan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 lebih luas lagi dan kebijakan PSBB diberlakukan lebih luas di banyak wilayah di pulau Jawa dan beberapa kota di luar pulau Jawa.
Total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini menjadi 33,9 juta orang, atau 12,8% dari total penduduk Indonesia.
Sementara pada skenario sangat berat, potensi pertambahan penduduk miskin mencapai 12,2 juta orang. Proyeksi ini dengan menggunakan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 tak terbendung lagi dan kebijakan PSBB diberlakukan secara luas baik di pulau Jawa maupun luar Jawa, dengan standar yang sangat ketat.
Total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini, menurut Akhmad, menjadi 37,9 juta orang atau 14,35% dari total penduduk Indonesia.
Prediksi tiga skenario ini dibangun dengan asumsi bahwa puncak pandemi terjadi pada kuartal II 2020, dan setelahnya berangsur-angsur mereda. "Apabila situasi ekonomi memburuk dalam waktu yang lebih panjang, maka peningkatan jumlah penduduk miskin akan lebih besar lagi," kata Akhmad.
(Baca: Jumlah Pengangguran di RI Bertambah jadi 6,88 Juta Orang pada Februari)
Adapun penyebaran Covid-19 yang saat ini terpusat di wilayah perkotaan menyebabkan potensi peningkatan kemiskinan lebih besar terjadi di kota. Potensi penambahan penduduk miskin di kota mencapai 3 juta, sedangkan di pedesaan mencapai 2,6 juta pada skenaro berat.
Pada skenario lebih berat, potensi penambahan penduduk miskin di kota mencapai 6 juta orang dan di pedesaan mencapai 2,8 juta orang. Sedangkan pada skenario sangat berat, jumlah penduduk miskin di kota berpotensi mencapai 9,7 juta orang, sedangkan di pedesaan mencapai 3 juta orang.
Sebelum pandemi corona, tren kemiskinan di Indonesia terus menurun seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.
Guna menanggulangi kemiskinan akibat pandemi corona, Core pun memberikan lima rekomendasi. Pertama, mengantisipasi lonjakan angka kemiskinan akibat pandemi yang diperkirakan akan lebih besar dibandingkan dengan jumlah bantuan sosial yang telah disiapkan pemerintah.
Kedua, mengintegrasikan penyaluran bantuan sosial sehingga menjadi lebih sederhana, melakukan penyeragaman nilai bantuan dan terus melakukan pemutakhiran data penerima bantuan sosial.
Ketiga, mengurangi beban pengeluaran masyarakat khususnya masyarakat miskin dan hampir miskin, terutama dengan menurunkan biaya-biaya yang dikontrol pemerintah. Pemerintah dapat menurunkan harga BBM, menambah jumlah rumah tangga penerima diskon pemotong tarif listrik sehingga mencakup minimal seluruh pelanggan 900 VA, menurunkan harga LPG 3 kg, hingga memberikan diskon tarif air.
Keempat, meningkatkan insentif bagi petani, peternak, dan nelayan melalui skema pembelian produk oleh pemerintah dan perbaikan jalur logistik hasil pertanian, peternakan, dan perikanan.
Kelima, mengoptimalkan realokasi anggaran yang telah disusun dan menerapkan beberapa kebijakan alternatif, di antaranya dengan membagi beban anggaran antara pusat dan daerah. Lalu merealokasi anggaran Rp 150 triliun untuk pemulihan ekonomi dan anggaran program Kartu Prakerja untuk pelatihan sebesar Rp 5,63 triliun untuk program jaring pengaman sosial.