Badan Pusat Statistik mencatat impor dari Tiongkok pada April kembali meningkat 25,53% dibanding bulan sebelumnya menjadi US$ 3,9 miliar seiring pemulihan aktivitas ekonomi Negara Tembok Raksasa itu yang mulai pulih dari pandemi corona. Kenaikan impor antara lain didorong oleh komoditas bawang putih yang melonjak hampir empat kali lipat menjadi dari US$ 18,83 miliar pada Maret menjadi US$ 67,98 juta.
"Impor dari tiongkok alami peningkatan US$ 762,3 juta. Ini menunjukkan recovery Tiongkok berjalan cukup bagus," ujar Kepala BPS Suhariyano.
Kenaikan impor bawang putih ini seiring dengan relaksasi kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan pada komoditas bawang putih dan bawang bombay yang sempat mengalami lonjakan harga. Aturan relaksasi impor tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2019.
Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa ketentuan impor bawang bombai dan bawang putih dikecualikan dari Persetujuan Impor dan Laporan Surveyor. Namun, kebijakan ini diberlakukan sementara, yaitu hingga 31 Mei 2020.
Sebelum aturan relaksasi diberlakukan, impor bawang putih dan bawang bombai memerlukan RIPH dari Kementerian Pertanian. Selanjutnya, importir memerlukan PI dari Kementerian Perdagangan. Dengan adanya kebijakan relaksasi impor, pencatatan bawang putih dan bawang bombai yang masuk ke Tanah Air dilakukan oleh Badan Karantina Pangan Kementerian Pertanian. Pencatatan dilakukan usai pemeriksaan dokumen kesehatan di border.
(Baca: Impor Barang Modal Naik, Neraca Dagang April Defisit US$ 344 Juta)
Adapun berdasarkan data BPS, bawang putih yang masuk dari Tiongkok pada Maret 2020 mencapai 58 ribu ton, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya 17 ribu ton. Adapun sejak Januari hingga April, total bawang putih yang masuk ke Indonesia mencapai 77 ribu ton senilai US$ 88,64 juta.
Selain bawang putih, BPS juga mencatat terjadi kenaikan impor pada peralatan transmisi dan laptop asal Tiongkok.
Selain Tiongkok, peningkatan impor juga berasal Kanada yang naik US$ 84,1 juta, Brasil US$ 80,6 juta, Amerika Serikat US$ 28,8 juta, dan Pantai Gading US$ 23,9 juta.
Sementara, impor dari Malaysia menurun US$ 155,3 juta, Hong Kong turun US$ 135,1 juta, Swiss US$ 120,4 juta, Thailand US$ 111,4 juta, dan India US$ 92,1 juta.
Secara keseluruhan nilai impor Indonesia pada April mencapai US$ 12,54 miliar. Angka ini turun 6,1% dibanding Maret yang sebesar US$ 13,35 miliar, dan turun 18,58% dibanding April 2019 US$ 15,4 miliar.
Secara rinci, nilai impor migas US$ 850 juta, turun 46,83% dari Maret, dan turun 61,78% dari April 2019. Kemudian nilai impor nonmigas tercatat US$ 11,68 miliar, turun 0,53% dibanding maret dan turun 11,24% dari April 2019.
(Baca: Bawang Putih Impor 58 Ribu Ton Bakal Banjiri Pasar Awal Bulan Mei)
Menurut penggunaan barangnya, impor barang konsumsi bernilai US$ 1,22 miliar, turun 4,03% secara bulanan, dan turun 16,57% secara tahunan. Lalu impor bahan baku/penolong senilai US$ 9,36 miliar, turun 9% dari Maret dan turun 19,13% dari April 2019.
Sementara impor barang modal berhasil naik 9% secara bulanan menjadi US$ 1,96 miliar, namun turun 17,11% secara tahunan.
Berdasarkan golongan barang HS 2 Digit, impor ampas/sisa industri makanan mengalami kenaikan paling tinggi. Golongan ini naik 143,8 juta.
Disusul pupuk US$ 83,2 juta, sayuran US$ 59,5 juta, mesin dan perlengkapan elektrik US$ 56,5 juta, dan berbagai produk kimia, US$ 55,3 juta. "Dengan catatan pada golongan sayuran atau HS 07 komoditasnya adalah bawang putih dari Tiongkok," kata Suhariyanto.
Sementara itu, golongan barang yang menurun yakni logam mulia dan perhiasan/permata turun US$ 225,2 juta, senjata dan amunisi serta bagiannya US$ 186,3 juta, besi dan baja US$ 119,8 juta, kendaraan dan bagiannya US$ 101,4 juta, serta plastik dan barang dari plastik US$ 38,3 juta.
Secara kumulatif, total impor Indonesia pada Januari-April 2020 yakni sebesar US$ 51,71 miliar. Angka tersebut turun 7,78% dari US$ 56,07 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.