Syarat dan Skema Daerah Berlakukan 'New Normal' Pandemi Corona
Pemerintah telah merumuskan syarat dan skema bagi daerah untuk dapat memulai normal baru atau new normal pandemi corona. Skema normal baru akan memuat sejumlah pelonggaran pembatasan sosial berskala besar, tetapi hanya akan diberlakukan bagi daerah yang mampu mengendalikan reproduction rate atau RO infeksi virus corona.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, skema pelonggaran bertahap tersebut sedang diformulasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /Bappenas. "Kami sesuai arahan pak presiden akan mengembangkan scoring penilaian dari segi epidomologi dan kesiapan. Serta kesiapan daerah dan kelembagaan," kata Airlangga dalam konferensi video, Senin (18/5).
Airlangga menjelaskan, pemerintah akan memberikan izin kepada daerah untuk menerapkan normal baru dengan syarat skala RO kurang dari 1. "Skala RO lebih dari menunjukkan bahwa infeksi Covid-19 masih tercatat tinggi di daerah tersebut," ujar Airlangga.
Menurut dia, sejumlah daerah sudah mulai membuat formulasi tersebut, salah satunya DKI Jakarta. Bagi daerah lain terutama di wilayah Jawa, kesiapan juga akan dibagi dalam lima level, yakni level krisis, parah, substansial, moderat, dan rendah.
Level terbawah yakni krisis dan parah merupakan level daerah yang belum siap. "Jawa Barat rata-rata tidak ada di level krisis dan parah," ujarnya.
(Baca: Jadi Penggerak Ekonomi, Erick Thohir Dorong BUMN Terapkan ‘New Normal’)
Sedangkan, level moderat, sambung dia, adalah level dimana daerah siap untuk standar normal baru. Oleh karena itu, beberapa sektor di daerah pada level ini nantinya akan dipersiapkan untuk kesiapan normal baru.
Sementara untuk di kawasan industri, Airlangga menilai skema normal baru akan disesuaikan dengan arahan satuan tugas Covid-19. Kemudian, untuk sektor lainnya seperti pendidikan, akomodasi, peribadahan, dan trasnportasi akan dibahas lebih detail dan diputuskan Presiden.
Kendati menyiapkan skema normal baru pandemi corona, Airlangga pun menegaskan, pelonggaran pembatasan sosial berskala besar belum akan diterapkan dalam dua pekan ke depan.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menegaskan bahwa belum akan melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Namun Kepala Negara juga mengatakan pemerintah terus melakukan pemantauan untuk menentukan periode terbaik bagi masyarakat kembali produktif namun tetap aman dari Covid-19.
"Kita harus sangat hati-hati. Jangan sampai keliru memutuskan. Tapi kita juga harus melihat kondisi masyarakat sekarang ini. Kondisi yang terkena PHK dan kondisi masyarakat yang menjadi tidak berpenghasilan lagi. Ini harus dilihat," ujar Presiden Joko Widodo kepada para Menteri, dalam pernyataannya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat, 15 Mei 2020.
(Baca: Langkah Bulog & Kementan Atasi Ancaman Defisit Pangan Saat Pandemi)
Lebih lanjut Presiden mengatakan, nantinya, masyarakat di Indonesia bisa beraktivitas normal kembali namun harus menyesuaikan dan hidup berdampingan dengan Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia juga telah menyatakan bahwa terdapat potensi bahwa virus ini tidak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat.
"Informasi terakhir dari WHO yang saya terima bahwa meskipun kurvanya sudah agak melandai atau nanti menjadi kurang, tapi virus ini tidak akan hilang. Artinya kita harus berdampingan hidup dengan Covid-19. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, berdamai dengan Covid. Sekali lagi, yang penting masyarakat produktif, aman, dan nyaman," kata Presiden.
Kepala Negara menegaskan, hidup berdampingan dengan Covid-19 bukan berarti menyerah dan menjadi pesimis. Justru dari situlah menjadi titik tolak menuju tatanan kehidupan baru masyarakat untuk dapat beraktivitas kembali sambil tetap melawan ancaman Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
"Pemerintah akan mengatur agar kehidupan kita berangsur-angsur dapat kembali berjalan normal sambil melihat dan memperhatikan fakta-fakta yang terjadi di lapangan," ujarnya.