Ekonomi Terpukul Pandemi, Pengusaha dan Buruh Sepakat Tolak PP Tapera

Rusman/Biro Pers Setpres
Ilustrasi, Presiden Joko Widodo saat meresmikan pembangunan rumah murah di Cikarang, Jawa Barat. Pengusaha dan buruh sepakat menolak PP Tapera karena saat ini situasi ekonomi masih sulit karena terdampak pandemi corona.
3/6/2020, 20.41 WIB

Pengusaha dan buruh sepakat menolak diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau PP Tapera. Alasannya, saat ini ekonomi tengah terpukul pandemi virus corona atau Covid-19, yang mempengaruhi daya beli masyarakat dan kemampuan pengusaha.

Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengatakan, saat ini seharusnya pemerintah memikirkan minimnya keuangan perusahaan. Ia pun mendesak pemerintah untuk menunda beleid tersebut agar tak semakin menyulitkan masyarakat dan pengusaha.

"Pengeluaran yang mengganggu cash flow ditunda dulu, apalagi untuk kebutuhan tabungan jangka panjang. Itu nanti saja, jangan malah bikin runyam," kata Sutrisno kepada Katadata.co.id, Rabu (3/6).

Menurutnya, seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan aturan secara mendadak di tengah merebaknya wabah yang memukul seluruh sektor perekonomian.

Pemerintah diminta duduk bersama dengan pengusaha dan buruh untuk mencari solusi terbaik mengatasi permasalahan ini. Pasalnya, dengan kondisi keuangan yang semakin minim, Sutrisno khawatir akan menyebabkan bencana kemanusiaan lainnya yang ditimbulkan dari wabah ini.

(Baca: PP Tapera Terbit, Gaji Pekerja Dipotong 3% Untuk Pembiayaan Rumah)

"Coba kita cari solusi dulu bagaimana agar rakyat segera dapat penghasilan, supaya bisa bertahan. Kalau mereka tidak punya penghasilan, nanti bisa terjadi bencana kelaparan," kata dia.

Sementara itu, Kepala Departemen Hubungan Antar Lembaga Sentral Gerakan Buruh Nasional Akbar Rewako memastikan seluruh pekerja telah menyatakan sikap menolak PP Tapera. Hal ini lantaran kondisi buruh tengah terjepit dengan besarnya jumlah pemotongan gaji, baik itu disebabkan karena kenaikan BPJS Kesehatan maupun potongan lainnya.

Kondisi kian diperburuk dengan permasalahan gaji dan tunjangan hari raya (THR), yang masih terhambat dengan adanya wabah. PP Tapera dinilai akan menghilangkan kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi setiap warganya.

"Nantinya gaji akan dipotong setiap bulan dengan besaran 2,5%, ini bagi pekerja berat sekali. Belum lagi potongan yang lain, seperti BPJS Kesehatan, jaminan hari tua dan lainnya, kalau digabung semua potongan gaji bisa sampai 10%," kata Akbar.

Dengan berlakunya PP ini, maka seluruh pekerja di negeri ini wajib menjadi peserta dan gajinya akan dipotong 3% per bulan untuk iuran simpanan Tapera. Nantinya simpanan Tapera akan dikelola oleh Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat.

(Baca: PP Tapera Terbit, Gaji Pekerja Dipotong 3% Untuk Pembiayaan Rumah)

BP Tapera menurut aturan ini akan mengelola simpanan dari pegawai negeri sipil (PNS) dan aparatur sipil negara (ASN), dan juga dari seluruh pekerja swasta dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum.

Sedangkan, bagi pekerja mandiri yang berpenghasilan di bawah upah minimum dapat menjadi peserta dan membayar iuran secara mandiri, namun tidak diwajibkan. Adapun, besaran iuran ditetapkan sebesar 3%.

“Besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3% dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri,” tulis Pasal 15 ayat 1 PP Tapera, dikutip Rabu (3/6).

Adapun iuran tersebut akan ditanggung secara bersama oleh peserta sebesar 2,5% dan oleh pemberi kerja sebesar 0,5%, seperti dijelaskan Pasal 15 ayat 2 PP Tapera. Baik peserta maupun pemberi kerja wajib membayarkan iuran tersebut paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari bulan pembayaran gaji.

Jika peserta Tapera tidak membayarkan iuran simpanannya, maka status kepesertaannya dinyatakan non-aktif. Statusnya dapat diaktifkan kembali setelah peserta melanjutkan pembayaran simpanannya.

(Baca: Bidik Dana Tapera, BTN Ingin Beli Perusahaan Manajemen Aset Tahun Ini)

Reporter: Tri Kurnia Yunianto