Tambal Defisit APBN, Pemerintah Rilis Obligasi Yen dan Euro Semester 2

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Ilustrasi, gedung Kementerian Keuangan. Pemerintah berencana rilis Samurai dan Euro Bond pada semester II 2020 untuk menambal defisit APBN yang berpotensi melebar hingga Rp 1.039 triliun.
4/6/2020, 16.57 WIB

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal menerbitkan surat utang valas berdenominasi yen dan euro, yakni Samurai Bond dan Euro Bond, pada semester II tahun ini.

Penerbitan dua surat utang ini, bertujuan untuk menambal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang berpotensi melebar hingga Rp 1.039,2 triliun atau 6,34% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kemenkeu Deni Ridwan menyebut, pihaknya merencanakan kedua obligasi tersebut bisa terbit di semester kedua 2020.

"Tapi terkait waktu dan sizenya belum bisa kami beritahu lebih lanjut," kata Deni dalam konferensi video, Kamis (4/6).

Ia beralasan, jika pasar keuangan mengetahui kapan waktu penerbitan Samurai dan Euro Bond, posisi Indonesia bisa tersudut. Sebab, jika waktu dan target dana dibuka, maka ada kemungkinan kompetitor mendahului dengan menerbitkan surat utang global. Alhasil, pemerintah tak akan diuntungkan dari kedua jenis obligasi tersebut.

Kemenkeu sebelumnya mencatat realisasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) hingga 20 Mei 2020 telah mencapai Rp 420,8 triliun. Salah satu penyebab raihan SBN bisa tinggi adalah, penurunan Giro Wajib Minimum perbankan oleh Bank Indonesia (BI). Melalui kebijakan ini, relaisasi pembiayaan SBN tercatat mencapai Rp 110,2 triliun.

(Baca: Utang Jumbo Pemerintah Buntut Stimulus Pandemi Corona)

Berdasarkan bahan paparan Kemenkeu, pembiayaan anggaran tahun ini naik Rp 186,3 triliun dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2020 yang sebesar Rp 852,9 triliun menjadi Rp 1.039,2 triliun. Hal ini sudah sesuai dengan besaran outlook defisit APBN 2020.

Pembiayaan utang tercatat naik Rp 213,9 triliun dari Rp 1.006,4 triliun menjadi Rp 1.220,3 triliun. Outlook pembiayaan utang ini naik, untuk membiayai pelebaran defisit anggaran dan tambahan pembiayaan investasi.

Pembiayaan investasi tercatat naik Rp 24,6 triliun dari Rp 229,3 triliun menjadi Rp 253,9 triliun. Ini sudah termasuk tambahan pembiyaan investasi BUMN yang menjadi bagian pendanaan program pemulihan ekonomi nasional.

Rinciannya, untuk PT Hutama Karya sebesar Rp 7,5 triliun, PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Rp 1,5 triliun, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia Rp 6 triliun, dan PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) sebesar Rp 500 miliar.

Selain itu, tambahan pembiayaan investasi juga berasal dari pembiayaan pendidikan yang naik Rp 27,7 triliun. Kenaikan ini untuk menjaga rasio anggaran pendidikan sebesar 20% dari belanja negara.

(Baca: Pemerintah Proyeksi Rasio Utang Melejit jadi 37,6% PDB akibat Corona)

Reporter: Agatha Olivia Victoria