Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia akhir Mei 2020 sebesar US$ 130,5 miliar atau Rp 1.805 triliun. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan posisi akhir April 2020 yang sebesar US$ 127,9 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menjelaskan, salah satu faktor yang meningkatkan posisi cadangan devisa adalah, penarikan utang luar negeri pemerintah. Selain itu, dipengaruhi juga oleh penempatan valuta asing (valas) perbankan di BI.
Ia menjelaskan, cadangan devisa saat ini setara dengan pembiayaan 8,3 bulan impor atau 8 bulan impor, dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Posisi cadangan devisa juga berada di atas standar kecukupan internasional, sekitar 3 bulan impor," tulis Onny dalam keterangan resminya, Senin (8/6).
BI pun menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang tetap baik.
(Baca: Aliran Modal Asing Masuk Lewat Obligasi Negara Tembus Rp 7 T Pekan Ini)
Adapun, data utang luar negeri (ULN) Mei 2020 akan dirilis oleh BI pada Senin pekan depan (15/6). Sebelumnya, BI mencatat total ULN hingga kuartal I 2020 mencapai US$ 389,3 miliar atau sekitar Rp 6.371 triliun (asumsi kurs Rp 16.367 per dolar AS).
ULN tersebut hanya tumbuh 0,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, melambat dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 7,8%. ULN periode ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 183,8 miliar dolar AS. Kemudian, utang sektor swasta, termasuk di dalamnya BUMN sebesar US$ 205,5 miliar.
Secara rinci, utang luar negeri pemerintah pada kuartal I 2020 turun 3,6% dibanding periode yang sama tahun lalu, berbalik dibanding kuartal sebelumnya yang tumbuh 9,1%. Penurunan posisi ULN itu dipengaruhi oleh arus modal keluar dari pasar surat berharga negara dan pembayaran SBN yang telah jatuh tempo.
Di sisi lain, tren perlambatan ULN swasta masih berlanjut, di mana pada akhir kuartal I 2020 tumbuh 4,5% dibanding periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya, yang sebesar 6,6%.
Perkembangan ini disebabkan oleh kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan dan melambatnya pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan.
(Baca: Defisit Transaksi Berjalan Kuartal I Menyusut Imbas Penurunan Impor)