Pajak Seret Akibat Corona, Defisit APBN Bengkak jadi Rp 179,6 T

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut penerimaan perpajakan hingga Mei 2020 terdiri dari penerimaan pajak Rp 444,6 triliun yang turun 10,8% dan penerimaan bea dan cukai Rp 81,7 triliun yang masih tumbuh 12,4%.
16/6/2020, 11.54 WIB

Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara telah mencapai Rp 179,6 triliun, atau 1,1% terhadap Produk Domestik Bruto pada Mei 2020. Defisit APBN melebar 42,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu akibat penerimaan negara yang semakin anjlok sebagai dampak pandemi virus corona.

"Mei ini kita sudah defisit Rp 179,6 triliun. Terjadi kenaikan defisit 42,8% dari tahun lalu karena penerimaan negara terkontraksi," kata Sri Mulyani dalam konferensi video, Selasa (16/6).

Dengan demikian, realisasi defisit tersebut sudah mencapai 21,1% dari target perubahan APBN pada Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020 yang sebesar Rp 852,9 triliun, atau 5,07% dari PDB.

Defisit terjadi karena pendapatan negara pada bulan lalu terkontraksi 9%, atau hanya mencapai Rp 664,3 triliun. Pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan dalam negeri Rp 663,1 triliun dan penerimaan hibah Rp 1,2 triliun.

(Baca: Pemerintah Gencar Lelang SBN, Utang Luar Negeri RI Tembus Rp 6.065 T)

Realisasi pendapatan dalam negeri terkontraksi 9,1%, Pendapatan ini terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 526,2 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp 136,9 triliun.

Sri Mulyani menyebut penerimaan perpajakan terdiri dari penerimaan pajak Rp 444,6 triliun yang turun 10,8% dan penerimaan bea dan cukai Rp 81,7 triliun yang masih tumbuh 12,4%. "Bea cukai masih tumbuh positif meski komponen eskpor impor kita harus waspadai karna pertumbuhan penerimaan bea cukai ini mungkin tak akan bertahan sampai akhir tahun," ujarnya.

Sementara itu, realisasi belanja negara tercatat Rp 843,9 triliun, turun 1,4%. Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 537,3 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp 306,6 triliun.

(Baca: Sri Mulyani Perkirakan Ekonomi Kuartal II Minus 3,1% Akibat PSBB)

Belanja pemerintah pusat berhasil tumbuh 1,2% yang terdiri dari belanja kementerian/lembaga Rp 270,4 triliun, turun 6,2% dan belanja non kementerian/lembaga Rp 267 triliun, naik 10,1%.

Sedangkan transfer ke daerah dan dana desa juga terkontraksi 5,7%. Ini terdiri dari transfer ke daerah Rp 277,7 triliun, turun 8,8% dan dana desa Rp 28,9 triliun, naik 41,3%. "Ini kenaikan yang sangat tinggi memang belanja yang tumbuh baik hanya dana desa yang berhubungan dengan bansos," kata dia.

Dengan demikian, keseimbangan primer tercatat negatif Rp 33,9 triliun. Kemudian, dengan adanya defisit anggaran, realisasi pembiayaan anggaran telah mencapai Rp 356,1 triliun, naik Rp 122,6%. Sementara SILPA/SIKPA tercatat Rp 176,4 triliun.

Reporter: Agatha Olivia Victoria