Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah memangkas anggaran kementeriannya sebesar Rp 5 triliun untuk direalokasikan ke biaya penanganan Covid-19. Pemangkasan dilakukan pada anggaran perjalanan dinas hingga training pengajar secara tatap muka.
"Jadi kami bukan penerima dana Covid-19, melainkan kami menyumbang Rp 5 triliun," kata Nadiem dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR, Rabu (15/7).
Adapun dana tersebut berasal dari alokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara 2020 yang semula sebesar Rp 75,7 triliun. Dengan pemangkasan tersebut, alokasi dana kementerian tersebut ditetapkan Rp 70,72 triliun.
(Baca: Realisasi Anggaran 88,5%, Saldo Gugus Tugas Covid-19 Tersisa Rp 303 M)
Di sisi lain, Nadiem juga menegaskan bahwa pihaknya telah memberikan kebijakan yang fleksibel di tengah pandemi. Salah satunya, fleksibilitas penggunaan dana bantuan operasional sekolah.
Saat ini, dana BOS dikirim langsung ke sekolah-sekolah tanpa melalui pemerintah daerah. Hal ini agar dana BOS cepat disalurkan dan dapat digunakan untuk berbagai macam penanganan dampak krisis pandemi corona.
"100% fleksibilitas bisa digunakan untuk membayar kuota, data, atau pulsa para guru dan murid," katanya.
Dana BOS juga dapat dimanfaatkan untuk pembayaran guru honorer. "Jadi yang tadinya 50% untuk honor guru dalam krisis ini dibuka restriksi. Jadi kepala sekolah bisa ada kesempatan mendukung guru yang mungkin sekarang butuh bantuan," ujarnya.
(Baca: Serapan Anggaran Covid-19 Rendah, Terawan: Berarti Pasien Sedikit)
Tak hanya itu, Nadiem menyebut dana BOS juga dapa digunakan untuk membeli alat-alat protokol kesehatan seperti masker dan handsanitizer bagi para guru dan siswa yang sudah mulai belajar secara langsung. Apalagi, ia menyadari pembelajaran jarak jauh bukan cara belajar yang efektif jika dilakukan secara permanen.
Meski demikian, ia menegaskan pembelajaran jarak jauh selama ini harus dilakukan mengingat pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. "Pembelajaran jarak jauh ini bukan hal yang kami inginkan. Justru kami ingin semua anak kembali ke sekolah secepat mungkin, tapi kenyataan dan keadaannya tidak bisa seperti itu sebab kondisi kesehatan," katanya.