Indonesia di Ambang Resesi, Pengusaha Minta Pemerintah Antisipasi

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Ilustrasi. Perekonomian Indonesia diperkirakan minus hingga 4,3% pada kuartal II 2020.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Agustiyanti
20/7/2020, 11.08 WIB

Pengusaha memperkirakan ekonomi Indonesia sudah diambang resesi. Pemerintah pun diminta untuk mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi akibat resesi ekonomi. 

Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi mengatakan Indonesia akan mengalami nasib yang tak jauh dengan Singapura dan negara lainnya terkait kondisi ekonomi kuartal II. Negeri Jiran itu telah mengumumkan resesi ekonomi dengan kontraksi ekonomi yang mencapai 41,2% pada kuartal II 2020 dibanding kuartal sebelumnya,

Singapura merupakan negara penanam modal asing tertinggi, seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.

 "Indonesia akan mengalami nasib yang sama sebagai dampak pandemi Covid-19 yang telah meluluhlantahkan berbagai aktivitas bisnis di berbagai negara belahan dunia," kata Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang, seperti dikutip dari keterangannya, Senin (20/7).

Ekonomi suatu negara secara teknis memasuki fase resesi jika mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Resesi ekonomi akan membuat gelombang PHK, angka pengangguran, dan kemiskinan yang meningkat dan memangkas daya beli masyarakat. Kondisi tersebut juga dikhawatirkan dapat memicu gejolak sosial. 

"Perlu penanganan ekstra sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan politik," ujar dia.

(Baca: Tiongkok Bangkit saat Resesi Global, Ekonomi Kuartal II Tumbuh 3,2%)

Pemerintah juga diminta mengantisipasi agar ekonomi tak jatuh terlalu dalam, apalagi hingga minus dua digit. Untuk itu, daya beli masyarakat perlu dijaga agar tak terjun bebas. Ia pun  berharap, konsumsi rumah tangga dapat ditingkatkan menjadi kisaran 3,5 % - 4 %. Pada kuartal I 2020, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 2,84 % dan diproyeksi bakal lebih rendah pada kuartal II. 

Di sisi lain, pemerintah dinilai perlu menciptakan program padat karya untuk dapat menampung sementara para tenaga kerja terdampak pemutusan hubungan kerja.

Selanjutnya, penyediaan modal kerja untuk UMKM diperlukan untuk menguatkan pelaku usaha menengah kecil. "UMKM dapat dijadikan benteng dan kekuatan perekonomian nasional dalam proses pemulihan perekonomian," kata dia.

Sarman juga meminta, berbagai kebijakan stimulus dan relaksasi dapat diipastikan berjalan di lapangan untuk membantu pengusaha dapat bertahan selama pandemi Covid-19.

(Baca: Singapura Resesi, Investasi RI Terancam tapi Tak Memukul Perdagangan)

Terakhir, ia meminta pemerintah turut mengevaluasi bantuan sembako menjadi bantuan tunai untuk menggerakkan konsumsi rumah tangga. "Sehingga pemulihan perekonomian nasional dapat lebih cepat dan target pertumbuhan ekonomi tahun 2021 dapat tercapai 4,5 -5,5%," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Ekonom Center of Reform on Economics  Piter Abdullah Redjalam pun mengatakan, Indonesia sudah berada pada ambang resesi ekonomi akibat pandemi.

"Indonesia sudah di depan mata masuk resesi. Resesi adalah sebuah kenormalan baru saat Covid-19 karena melanda semua negara," kata Piter.

Meski demikian, Piter menilai hal terpenting yang perlu dilakukan saat berada di ambang resesi ialah menjaga dunia usaha dan sektor keuangan agar dapat bertahan. Selain itu, pemerintah harus memastikan proses pemulihan ekonomi dapat berlangsung cepat. Dengan demikian, Indonesia kemungkinan dapat selamat dari jurang krisis.

Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali memangkas proyeksi perekonomian kuartal II 2020 dari minus 3,8% menjadi 4,3%. Namun, pemerintah akan mengupayakan agar perekonomian kuartal III kembali postif dan terhindar dari resesi ekonomi.

Reporter: Rizky Alika