Pelonggaran Moneter The Fed Bakal Lama, Rupiah Perkasa ke 14.550/US$

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.
Ilustrasi. Rupiah menguat terimbas indikasi kebijakan moneter Bank Sentral AS, The Fed yang akan berlangsung lama.
31/8/2020, 09.35 WIB

Nilai tukar rupiah dibuka menguat 0,86% pada posisi Rp 14.505 per dolar Amerika Serikat di perdagangan pasar spot pagi ini, Senin (31/8). Rupiah menguat terimbas indikasi kebijakan moneter bank sentral AS, The Fed, yang akan berlangsung lama.

Namun mengutip data Bloomberg, rupiah bergerak melemah dari posisi pembukaan hingga berada di posisi Rp 15.546 per dolar AS pada pukul 09.30 WIB. Sementara mayoritas mata uang Asia turut bergerak menguat terhadap dolar AS.

Dolar Taiwan naik 0,22%, won Korea Selatan 0,21%, peso Filipina 0,17%, rupee India 0,56%, yuan Tiongkok 0,14%, ringgit Malaysia 0,2%, dan baht Thailand 0,09%. Sementara itu yen Jepang dan dolar Singapura melemah masing-masing 0,1%, sedangkan dolar Hong Kong stagnan.

Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan nilai tukar rupiah mungkin masih akan mendapatkan sentimen positif. "Terutama dari indikasi kebijakan pelonggaran moneter yang lebih lama dan mungkin lebih agresif dari  The Fed untuk membantu pemulihan ekonomi AS," ujar Tjendra kepada Katadata.co.id, Senin (31/8).

Hal tersebut seperti yang diungkapkan Gubernur The Fed dalam pidato di pertemuan online para pejabat bank sentral dunia Jackson Hole Kamis pekan lalu. Sikap Fed mendorong pelemahan nilai tukar mata uang Negeri Paman Sam, sebaliknya membantu penguatan aset berisiko termasuk rupiah.

Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS turun 0,09% ke level 92.29. Dengan demikian, mata uang negeri Paman Sam terlihat melemah dibanding mata uang negara maju seperti euro, dolar Australia, serta dolar Kanada.

Kendati demikian, Tjendra menyebut penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa saja tertahan. "Mengingat kekhawatiran potensi resesi dan penularan Covid-19 yang meninggi," kata dia. Potensi penguatan rupiah terhadap dolar AS hari ini diprediksi dalam rentang Rp 14.550 - 14.750.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga tahun ini minus 2%. Bila itu terjadi, RI berpotensi masuk resesi ekonomi.  "Outlook-nya adalah 0% hingga negatif 2%," kata Sri Mulyani dalam konferensi video, Selasa (25/8).

Sri Mulyani mengatakan meski terdapat beberapa indikator ekonomi yang sudah positif, masih sulit melihat adanya perbaikan data ekonomi. Dia menilai aktivitas ekonomi di bulan Juli masih terpuruk akibat Covid-19. "Ternyata tetap masih ada suatu risiko yang nyata," ujarnya.

Dengan demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun 2020 akan berada di antara minus 1,1% hingga 0,2%. Ia berharap, konsumsi dan investasi yang merupakan kunci utama perekonomian bisa terus meningkat.

Kasus positif Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Saat ini, jumlahnya telah mencapai 172.053 dengan kematian 7.343 dan kesembuhan 124.185 orang.

Reporter: Agatha Olivia Victoria