Pilkada Tetap Jalan saat Pandemi, Sri Mulyani Tambah Anggaran Rp 5,2 T

ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/pras.
Ilustrasi. Pemerintah tak berencana mengundur Pilkada meski ada kekhawatiran muncul klaster-klaster Covid-19 dari gelaran politik tersebut.
22/9/2020, 18.20 WIB

Pandemi Covid-19 membuat kebutuhan anggaran untuk penyelenggaran Pemilihan Kepala Daerah membengkak karena kebutuhan penerapan protokol kesehatan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya memutuskan untuk menambahkan anggaran Pilkada 2020 sebesar Rp 5,23 triliun. 

Dengan tambahan dana tersebut, anggaran Pilkada 2020 menjadi Rp 20,46 triliun yang akan dialokasikan untuk KPU, Bawaslu, dan pengamanan. "Sebesar Rp 15,23 triliun dianggarkan oleh APBD," kata Sri Mulyani dalam konferensi virtual, Selasa (22/9).

Sri Mulyani menyebut realisasi dana Pilkada 2020 dari APBD hingga awal September sudah mencapai Rp 14,2 triliun. Angka tersebut mencapai 93,2% dari pagu Rp 15,23 triliun. "Sedangkan sisa dana Rp 1,02 triliun sedang dalam proses pencairan," katanya. 

Ia memerinci, anggaran Pilkada yang dialokasikan di KPU meningkat menjadi Rp 15,01 triliun. Anggaran tersebut didanai oleh APBD sebesar Rp 15,01 triliun dan APBN sebesar Rp 4,77 triliun. Saat ini, pemerintah telah mencairkan anggaran Pilkada dari APBN kepada KPU untuk tahap pertama sebesar Rp 941,4 miliar. "Tahap kedua Rp 2,84 triliun sedang dalam proses," ujarnya.

Kemudian, anggaran Pilkada yang dlaokasikan melalui Bawaslu meningkat menjadi Rp 3,93 triliun. Sebesar Rp 3,46 triliun dialokasikan dari APBD. 

Namun, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menjelaskan bahwa dana APBN tak digunakan untuk menambah alokasi anggaran pengamanan Pilkada.Maka dari itu, biaya pengamanan pemilu hanya berasal dari APBD sebesar Rp 1,52 triliun.

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal berpendapat tambahan anggaran negara untuk Pilkada kontraproduktif. Pasalnya, APBN seharusnya dibelanjakan untuk memutar perekonomian pada tahun ini.

Sementara, Pilkada memiliki kontribusi yang kecil terhadap perekonomian. "Apalagi dalam situasi pandemi saat ini," kata Fithra kepada Katadata.co.id, Selasa (22/9).

Ia juga menyoroti kemungkinan munculnya klaster Pilkada. Hal ini dapat kian menghambat pemulihan ekonomi

Desakan untuk menunda Pilkada 2020 terus mengemuka di tengah pandemi Covid-19 yang  antara lain datang dua ormas besar, PBNU dan Muhammadiyah.

Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman menyatakan, Pilkada 2020 akan tetap digelar sesuai jadwal. "Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember 2020, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih," kata Fadjroel dalam keterangan pers, Senin (21/9).

Fadjroel mengatakan, Jokowi tak setuju Pilkada 2020 ditunda karena tak ada yang bisa memprediksi kapan wabah corona berakhir. Sementara, kepala daerah yang habis masa jabatannya perlu dipilih penggantinya.

"Presiden Joko Widodo menegaskan penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir, karena tidak satu negara tahu kapan pandemi Covid-19 akan berakhir," ujarnya.

Lebih lanjut, Fadjroel mengatakan, negara lain di dunia yang tetap menjalankan pemilu di tengah pandemi corona. Amerika Serikat misalnya, akan menggelar pemilihan presiden pada November 2020 mendatang. Indonesia bisa menjadikan hal ini sebagai contoh. "Pilkada di masa pandemi bukan mustahil. Negara-negara lain seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan juga menggelar Pemilihan Umum di masa pandemi," katanya.

Reporter: Agatha Olivia Victoria