Ekonomi Diramal Minus 2% pada 2020, Resesi RI Tak Sedalam Negara Lain

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ilustrasi. Ekonomi Indonesia diperkirakan negattif hingga 2% sepanjang tahun ini.
24/9/2020, 14.22 WIB

Indonesia dipastikan memasuki jurang resesi pada tahun ini seiring proyeksi kontraksi ekonomi dari pemerintah pada kuartal ketiga. Kendati demikian, resesi ekonomi Tanah Air tak sedalam negara lainnya.

Resesi terjadi saat pertumbuhan ekonomi RI mengalami pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut. Adapun pada kuartal II 2020 perekonomian minus hingga 5,32%, kontraksi diperkirakan berlanjut pada kuartal III dan IV.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III masih akan berada pada teritori negatif tetapi dengan arah membaik dibandingkan kuartal II. Hal ini sejalan dengan dinamika ekonomi global di mana banyak negara-negara dunia yang juga sudah memasuki resesi kecuali Vietnam dan Tiongkok yang masih mencatat pertumbuhan positif.

Namun demikian, resesi yang dialami oleh Indonesia tidak akan sedalam negara-negara sekawasan. "Seperti India, Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapore, maupun negara-negara maju di Kawasan Eropa dan AS," tulis Andry dalam keterangan resminya, Jakarta, Kamis (24/9).

Ekonomi Indonesia pada 2020 diprediksi berada di antara minus 2% hingga 1%. Namun, perekonomian akan mulai memasuki masa pemulihan pada 2021.

Perbaikan tersebut dengan asumsi kurva infeksi Covid-19 sudah menunjukkan perlambatan. Disertai adanya prospek penemuan dan produksi vaksin, masalah pandemi bisa cepat teratasi sehingga ekonomi dapat tumbuh 4,4% tahun depan.

Panel Ahli Katadata Insight Center Damhuri Nasution menjelaskan kontraksi perekonomian RI tak sedalam negara lain akibat masih longgarnya pembatasan sosial. Ekonomi di negara lain yang menerapkan penutupan penuh anjlok sangat dalam.

Singapura misalnya, ekonominya negatif 13,2% secara year on year pada kuartal II. Lalu, perekonomian Thailand dan Filipina masing-masing minus 12,2% dan 16,5% secara yoy. Ketiga negara itu pun mengalami resesi atau pertumbuhan ekonominya terkontraksi selama dua kuartal berturut-turut.

Resesi juga dialami Inggris. Pertumbuhan ekonominya minus 21,7% secara yoy pada kuartal II. Hal senada dialami oleh Korea Selatan yang ekonominya negatif 2,9% pada Kuartal II lalu.

Lalu, pertumbuhan ekonomi Malaysia minus 17,1% yoy pada kuartal II. Singapura, Thailand, Filipina, Malaysia, Korea Selatan, dan Inggris menerapkan lockdown. Sementara, ekonomi Indonesia hanya terkontraksi 5,32% pada kuartal II.

Damhuri melanjutkan, resesi ekonomi yang terjadi disebabkan oleh penurunan aktivitas ekonomi akibat lockdown di beberapa negara dan PSBB di Indonesia untuk menekan angka penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, langkah utama yang perlu diupayakan adalah mengatasi pandemi melalui pembuatan vaksin dan obat-obatan.

Pada saat yang sama, penegakan protokol kesehatan juga dinilai dia, wajib dijalankan agar penularan tidak semakin meluas. Untuk mengurangi dampak negatif dari menurunnya aktivitas perekonomian atau untuk bertahan dimasa pandemi ini, maka stimulus fiskal yang optimal menjadi sangat penting. "Selain ekspansi fiskal, kebijakan moneter yang longgar juga diperlukan sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Bank Indonesia," kata Damhuri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menuturkan bahwa pandemi memberi tekanan kepada semua negara. Hampir seluruh negara mengalami kontraksi pada kuartal kedua tahun ini. Perkiraan pertumbuhan beberapa negara juga belum mencapai zona positif pada kuartal III.

"Ini adalah suatu yang menggambarkan teknikal semua negara sudah masuk resesi," ujar Sri Mulyani dalam konferensi virtual, Selasa (22/9).

Sri Mulyani memproyeksikan perekonomian domestik negatif 2,9% pada kuartal III setelah terkontraksi 5,32% pada kuartal II. Kontraksi ekonomi juga berpotensi berlanjut pada kuartal keempat. Pertumbuhan ekonomi RI keseluruhan tahun diperkirakan dia akan berada pada rentang negatif 1,7% sampai 0,6%.

Reporter: Agatha Olivia Victoria