Waspadai Deflasi Beruntun, DPR Minta BI Buat Stress Test Ekonomi

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras.
Ilustrasi. Bank Indonesia memproyeksikan inflasi pada September hanya mencapai 0,01% berdasarkan survei pemantauan harga hingga pekan ketiga.
28/9/2020, 20.25 WIB

Indeks harga konsumen mengalami penurunan atau deflasi selama dua bulan berturut-turut pada Juli dan Agustus. Bank Indonesia pun memproyeksikan inflasi pada September hanya mencapai 0,01% berdasarkan survei pemantauan harga hingga pekan ketiga.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Erico Sotarduga menilai deflasi selama dua kali berturut pada perekonomian Indonesia merupakan permasalahan serius. Dengan demikian, Bank Indonesia diminta membuat stress test terhadap kondisi tersebut.

"Kalau inflasi seperti ini tidak cukup confidence kita," kata Erico dalam rapat kerja bersama BI, Senin (28/9).

Apalagi,  deflasi dua bulan belakangan ini terjadi karena daya beli masyarakat yang melemah. Hal tersebut terlihat dari komoditas penyumbang deflasi seperti telur ayam ras hingga bawang merah.

Masyarakat menengah ke bawah, menurut dia, memberikan kontribusi yang besar pada  konsumsi rumah tangga. Adapun konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 60% produk domestik bruto Indonesia. Maka dari itu, Erico menekankan bahwa kondisi pandemi Covid-19 merupakan situasi yang luar biasa dan harus menjadi beban bersama. 

Anggota Komisi XI DPR Misbakhun menyebut faktor ketidakpastian pandemi masih akan sangat tinggi. Dengan demikian, seluruh pihak saat ini harus berusaha menggerakan perekonomian.

"Dengan adanya deflasi ini, ekonomi kita mengalami masalah yang sangat serius," kata Misbakhun dalam kesempatan yang sama.

Alasannya, inflasi seharusnya bisa menjadi penopang pertumbuhan ekonomi yang sedang menurun saat ini. Jika yang terjadi deflasi terus menerus, suplai dan permintaan tidak akan bisa diperbaiki di tengah pandemi.

Gubernur BI Perry Warjinyo menuturkan bahwa pihaknya akan mengkaji keperluan stress test terkait kondisi perekonomian yang sedang dilanda deflasi. Inflasi yang rendah dinilai terjadi karena permintaan domestik yang belum kuat.

Kendati demikian, permintaan domestik yang belum kuat tersebut dijelaskan dia akibat masih adanya pembatasan aktivitas ekonomi saat ini. "Sehingga meski moneter dan fiskal sudah beri kebijakan belum bisa terlihat," ujar Perry.

Meski begitu, Perry meyakini perekonomian RI saat ini semakin membaik. Inflasi akan tetap terjaga di level 2%-4%.

Perekonomian RI mengalami deflasi dua bulan berturut-turut yakni 0,1% pada Juli 2020 dan 0,05% pada Agustus 2020. Namun, BI memproyeksikan terjadinya inflasi sebesar 0,01% pada September 2020.

Perkiraan tersebut berdasarkan perkembangan harga pada minggu keempat bulan ini. Dengan demikian, perkiraan inflasi September 2020 secara tahun kalender sebesar 0,95% dan secara tahunan sebesar 1,48%.

Penyumbang utama inflasi pada periode laporan antara lain berasal dari komoditas minyak goreng sebesar 0,02%, bawang putih dan cabai merah masing-masing sebesar 0,01%. Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode laporan berasal dari komoditas telur ayam ras 0,04%, daging ayam ras 0,02%, bawang merah 0,02%, jeruk, cabai rawit, dan emas perhiasan masing-masing 0,01%.

Pengamat Ekonomi Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi menjelaskan kemungkinan inflasi tipis di bulan September 2020 terjadi karena adanya perbaikan daya beli karena pembukaan kembali beberapa sektor ekonomi. Selain itu, penyaluran bantuan langsung tunai dan bantuan sosial turut mengerek inflasi.

Reporter: Agatha Olivia Victoria