Saat banyak negara masih tertatih-tatih mengendalikan Pandemi Covid-19, termasuk Indonesia, Tiongkok sudah kembali ke aktivitas hampir normal. Perekonomian Negara Tembok Raksasa ini diperkirakan tumbuh 2% pada tahun ini.
Dalam laporan Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober, proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok direvisi naik dari proyeksi sebelumnya. Ekonomi Tiongkok dapat tumbuh tahun ini sebesar 2%, lebih tinggi dari prediksi pada Juni yang hanya 1%.
Sinyal pemulihan ekonomi yang makin kuat antara lain terlihat pada data industri manufaktur Tiongkok yang baru dirilis Rabu (29/9). Dikutip dari CNBC, Purchasing Manager's Index industri manufaktur pada September berada pada level 51,5% lebih tinggi dibandingkan Agustus di posisi 51. PMI di atas 50 menjukkan ekspansi, sedangkan di bawah level tersebut menunjukkan kontraksi.
Ekonomi Tiongkok lebih dulu terpukul karena virus pertama kali muncul dan menyebar di negara tersebut pada akhir tahun lalu. Banyak pabrik ditutup sering langkah karantina skala besar yang dilakukan untuk menahan pandemi virus corona memukul sektor manufaktur. Namun, perekonomian Tiongkok menunjukkan pemulihan sejak kuartal II seperti tergambar dalam databoks di bawah ini, saat negara lain mengalami kondisi ekonomi terburuk.
Pemulihan ekonomi kedua terbesar dunia ini seiring keberhasilan pengendalian penyebaran pandemi Covid-19. Berdasarkan data worldometers.info, Tiongkok pada Selasa (30/9) hanya memiliki 191 kasus aktif. Sebanyak 80.578 orang telah sembuh dan 4.634 meninggal dunia.
Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia, baik dari sisi ekspor maupun impor. Berdasarkan data BPS, ekspor nonmigas Indonesia ke Tiongkok sepanjang Januari-Agustus 2020 mencapai US$ 17,81 miliar atau mengambil porsi 18,9%. Sedangkan impor nonmigas Indonesia dari Tiongkok mencapai US$ 24,71 miliar atau mengambil porsi 29,9%.
Negara yang dipimpin XI Jinping ini juga menjadi penanam modal terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura. Berdasarkan data BKPM, Tiongkok sepanjang semester pertama tahun ini berinvestasi pada 1.311 proyek dengan nilai investasi mencapai US$ 2,4 miliar atau mengambil porsi 17,9% dari total penanaman modal asing.
Ekonom Core Yusuf Manilet menjelaskan membaiknya ekonomi Tiongkok meningkatkan peluang perbaikan ekspor produk Indonesia. Salah satu komoditas unggulan yang diekspor ke Tiongkok adalah batu bara.
"Peningkatan permintaan dari Tiongkok dapat mendorong kenaikan harga batu bara. Jika kenaikan volume dan harga ini konsisten, maka pelaku usaha bisa meningkatkan kapasitas produksi," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id.
Efek turunannya adalah pada penerimaan negara melalui penerimaan negara bukan pajak dan bea keluar. Di sisi lain, Tiongkok juga merupakan pemain utama ekonomi global sehingga pemulihan ekonomi tersebut akan mempengaruhi negara lainnya.
"Ini secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia ke negara lain selain Tiongkok," katanya.
Pengendalian Pandemi Kunci Utama
Ekonom INDEF Eko Listyanto mengatakan pemulihan ekonomi Tiongkok tak hanya akan mendorong permintaan batu bara, tetapi juga komoditas produk primer lainnya seperti minyak nabati atau CPO. Namun untuk memulihkan ekonomi, Indonesia tak hanya dapat bergantung pada kabar baik dari Tiongkok.
"Rumusnya sama sebenarnya, pandemi harus terkendali seperti di Tiongkok saat ini," kata Eko.
Bank Dunia juga mengatakan hal serupa dalam laporannnya. Pengendalian pandemi menjadi kunci utama dalam pemulihan ekonomi. Saat ini, Indonesia dianggap belum mampu mengendalikan wabah.
Lembaga yang bermarkas di Washington DC ini pun memangkas proyeksi ekonomi Indonesia dari sebelumnya stagnan atau tak tumbuh menjadi negatif 2%.
Tambahan kasus Covid-19 di Indonesia pada Rabu (30/9) masih mencapai 4.284 sehingga total menjadi 287.008. Sebanyak 214.947 pasien dinyatakan sembuh dan 10.740 orang meninggal dunia. Masih terdapat kasus aktif mencapai 61.321 orang.
Kondisi internal, menurut Bank Dunia, menjadi kunci utama pemulihan ekonomi Indonesia. Ini karena perekonomian domestik paling banyak dikontribusikan oleh konsumsi rumah tangga.
Bank Dunia pun memberikan tujuh saran bagi negara kawasan Asia Timur dan Pasifik, termasuk Indonesa untuk memulihkan ekonomi.
Pertama, meningkatkan kapasitas pencegahan penyebaran Covid-19 secara cerdas tanpa menganggu ekonomi. Pada saat yang sama, kerja sama internasional untuk menemukan vaksin dan persiapan pendistribusian juga perlu dilakukan.
Kedua, memulai reformasi fiskal yang memungkinkan belanja lebih besar untuk memberikan bantuan tanpa perlu mengorbankan investasi publik.
Ketiga, menjaga reputasi terkait kehati-hatian di bidang keuangan. Bank Dunia memperingatkan kebijakan BI membiayai utang pemerintah berisio merusak reputasi jika diteruskan hingga usai Pandemi Covid-19.
Keempat, perluasan perlindungan sosial terutama untuk masyarakat miskin yang sudah ada maupun baru. Kelima, merancang strategi bersekolah secara cerdas. Bank Dunia menilai sekolah daring dapat menciptakan kerugian jangka panjang bagi para siswa.
Keenam, dukungan kepada perusahaan untuk mencegah kepailitan dan pengangguran. Ketujuh, memperkuat reformasi di bidang perdagangan.
Lembaga ini juga menilai pemulihan ekonomi Tiongkok yang berlangsung dengan cepat masih rapuh. Permintaan domestik masih lemah,
harga komoditas rendah, dan pariwisata yang terbatas telah menyebabkan impor menyusut bahkan ketika ekspor melonjak.
Rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB nominal melonjak menjadi 3,4 persen pada kuartal II 2020, level tertinggi sejak 2012.
"Pemulihan ini antara lain mencerminkan respons kebijakan fiskal yang difokuskan pada pengurangan dampak pada perusahaan dan peningkatan investasi publik, sedangkan dukungan untuk rumah tangga dan konsumsi relatif terbatas," tulis Bank Dunia.
Pemulihan yang tidak seimbang menimbulkan risiko bagi tujuan jangka panjang Tiongkok untuk menyeimbangkan kembali ekonomi yang selama ini didorong ekspor dan investasi menjadi lebih didorong konsumsi. Penyeimbangan kembali seperti itu akan membuat pemulihan Tiongkok lebih berkelanjutan, mengurangi ketidakseimbangan eksternal.