Rupiah Menguat Tembus 14.600/US$ Berkat Omnibus Law Cipta Kerja

ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.
Ilustrasi. Nilai tukar rupiah bergerak ke posisi Rp 14.697 per dolar AS pada pukul 09.20 WIB.
6/10/2020, 09.23 WIB

Nilai tukar rupiah pada perdagangan di pasar spot pagi ini dibuka menguat 195 poin ke posisi Rp 14.605 per dolar AS. Rupiah terangkat sentimen pengesahan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja. 

Namun, kurs rupiah bergerak melemah tipis dari posisi pembukaan ke posisi Rp 14.697 per dolar AS berdasarkan data Bloomberg  hingga pukul 09.20 WIB. Mayoritas mata uang Asia bergerak menguat terhadap dolar AS. 

Yen Jepang naik 0,05%, dolar Hong Kong 0,01%, dolar Singapura 0,08%, dolar Taiwan 0,52%, won Korea Selatan 0,24%, peso Filipina 0,09%, yuan Tiongkok 0,37%, ringgit Malaysia 0,11%, dan baht Thailand 0,02%. Hanya rupee India yang melemah 0,21%.

Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menilai sentimen positif penguatan rupiah dari dalam negeri datang dari disahkannya Omnimbus Law Cipta Kerja. "Ini dipandang menguntungkan investor dan situasi unjuk rasa terkendali," kata Tjnedra kepada Katadata.co.id, Selasa (6/10).

Di sisi lain, Tjendra menyebut sentimen positif memang sedang kembali masuk ke aset berisiko di pasar Asia pagi ini. Sentimen tersebut datang dari membaiknya kondisi Trump yang sudah keluar dari rumah sakit, negosiasi kesepakatan paket stimulus AS yang mengalami kemajuan dan masih berlangsung, serta membaiknya data indeks aktivitas sektor jasa AS bulan September yang dirilis semalam.

Sentimen tersebut mendorong pelaku pasar keluar dari aset aman dolar AS dan masuk ke aset berisiko. Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS turun 0,09% ke level 93.42. Tjendra memperkirakan ripRp 14.550-14.800 per dolar AS.

Direktur Eksekutif Core Indonesia Piter Abdullah menilai penguaatan rupiah tak semata berkat sentimen Omnibus Law Cipta Kerja. Rupiah antara lain juga menguat karena sentimen global yang tengah positif yakni kabar baik kesehatan Trump dan stimulus fiskal AS yang akan cair. 

"Investor memang menanggapi positif Omnibus Law, tetapi saya kira mereka pasti menunggu bagaimana ending dari penolakan banyak pihak," katanya.