Bank Dunia mencatat total utang luar negeri dari 120 negara berpenghasilan rendah dan menengah naik 5,4% pada 2019 menjadi US$ 8,1 triliun atau sekitar Rp 112.600 triliun. Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan utang terbesar, mencapai US$ 402,08 miliar atau Rp 5.589 triliun mengacu kurs JISDOR akhir tahun lalu Rp 13.901 per dolar AS.
Data Statistik Utang Internasional yang dipublikasikan Bank Dunia pada Senin (12/10), menunjukkan Indonesia berada di posisi ketujuh dengan utang luar negeri terbesar. Posisi pertama ditempati Tiongkok dengan utang luar negeri sebesar US$ 2,11 triliun.
Berdasarkan catatan Bank Dunia, utang luar negeri Indonesia naik lebih dari dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Pada 2019, total utang luar negeri hanya mencapai US$ 179,4 miliar. Posisi utang Indonesia kemudian menanjak menjadi US$ 307,75 miliar pada 2015, US$ 318,94 miliar pada 2016, US$ 353,56 miliar pada 2017, US$ 379,59 miliar pada 2018, dan US$ 402,08 miliar.
Di sisi lain, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap pendapatan nasional bruto relatif terjaga yakni dari 34% pada 2009 menjadi 37% pada 2020. Namun, rasio utang tersebut masih lebih tinggi dari rata-rata 120 negara berpendapatan menengah bawah yang mencapai 26% dari PNB.
Bank Dunia mencatat terjadi kenaikan rasio utang terhadap PNB di banyak negara berpendapatan menengah bawah. Hampir sepertiga kelompok negara tersebut bahkan memiliki rasio utang di atas 60% pada akhir 2019.
Utang luar negeri negara-negara yang memenuhi syarat untuk memperoleh penundaan pembayaran utang dari negara kreditor G20 mencapai US$ 744 miliar. Negara G20 menyumbang 91% dari utang bilateral negara-negara tersebut, dengan Tiongkok sebagai kreditor terbesar yang mengambil porsi 63%.
Berdasarkan data Bank Indonesia, utang luar negeri pada akhir Juli mencapai US$409,7 miliar atau setara Rp 6.003 triliun mengacu kurs JISDOR pada akhir periode yang sama Rp 14.603 per dolar AS. Utang tersebut naik 4,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, melambat dibandingkan bulan sebelumnya.
Utang luar negeri Indonesia paling banyak berasal dari Singapura yang mencapai US$ 67,93 miliar, disusul oleh Jepang sebesar US$29,03 miliar dan Tiongkok 20,03 miliar. Pinjaman asal Singapura turun dibandingkan akhir 2019 yang mencapai US$ 69,67 miliar. Meski demikian, trennya pada 2015 hingga 2019 terus meningkat.
Di sisi lain, utang asal Jepang naik dari posisi akhir tahun lalu US$ 28,95 miliar menjadi US$ 29,03 miliar. Tren pinjaman dari Jepang kembali meningkat setelah terus menurun sejak 2013 hingga 2018. Pinjaman dari Negeri Sakura sempat mencapaii US$ 40 miliar pada 2012.
Kenaikan juga terjadi pada utang dari Tiongkok yang naik dari US$ 19,95 miliar menjadi US$ 20,03 miliar. Pinjaman dari negara tembok raksasa telah meningkat lebih dari delapan kali lipat sejak 2010 yang hanya mencapai US$ 2,48 miliar.
Selain ketiga negara itu, Indonesia juga memiliki pinjaman dari Amerika, Australia, Austria, Hongkong, Korea Selatan, Inggris, Swiss, dan berbagai negara lainnya.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menjelaskan, posisi ULN terdiri dari ULN sektor publik yakni pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 201,8 miliar dan ULN sektor swasta termasuk BUMN sebesar US$ 207,9 miliar.
Utang pemerintah pada akhir Juli tumbuh 2,3%, naik dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya 2,1%. Kenaikan utang ini didorong oleh penerbitan Samurai Bonds senilai 100 miliar yen untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, termasuk penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional.
"ULN pemerintah saat ini dikelola secara terukur dan berhati-hati untuk mendukung belanja prioritas pemerintah," kata Onny bulan lalu.
Di sisi lain, ULN swasta pada Juli 2020 tumbuh 6,1%, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 8,3%.
Sementara itu, rasio ULN Indonesia terhadap produk domestik bruto pada akhir Juli 2020 sebesar 38,2%, meningkat dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 37,4%. Namun, BI menilai rasio utang tersebut masih sehat.