IMF Ramal Ekonomi Asia Pasifik Minus 2,2%, Terburuk Sepanjang Sejarah

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Ilustrasi. IMF memproyeksi ekonomi Asia Pasifik akan tumbuh 6,9%.
Penulis: Agustiyanti
22/10/2020, 13.58 WIB

IMF memproyeksi ekonomi kawasan Asia Pasifik menjadi terkontraksi hingga mencapai 2,2% pada tahun ini, terburuk sepanjang sejarah. Namun, ekonomi kawasan diperkirakan akan pulih pada tahun depan dan tumbuh 6,9%.

Proyeksi untuk tahun ini lebih rendah ramalan IMF pada Juni 2020 yakni negatif 1,4% pada tahun ini, tetapi lebih tinggi untuk tahun depan dari ramalan sebelumnya sebesar 6,6%.

Dalam Laporan Regional Economic Outlook Asia Pasifik Oktober 2020 yang dirilis Rabu (21/10), kontraksi ekonomi di seluruh Asia telah mencapai titik terendah pada kuartal kedua 2020. Kontraksi sangat dalam dialami India dan Filipina seiring jumlah kasus yang terus meningkat dan perpanjangan karantina.

Ekonomi India bahkan terkontraksi mencapai 24% pada kuartal kedua. Negara dengan penduduk terbesar kedua di dunia ini diproyeksi negatif 10,3% pada tahun ini.

Sementara ekonomi Filipina terkontraksi 16,5% pada kuartal II dan diproyeksi negatif 8,3% pada tahun ini.  Adapun ekonomi Indonesia diproyeksi -1,5%, Malaysia -6%, Thailand -7,1%, Singapura -6%, Kepang 6,1%, dan Korea Selatan -1,9%.

Di sisi lain, IMF memproyeksi ekonomi Tiongkok akan lebih baik dengan pertumbuhan mencapai 1,9% dan akan melesat tahun depan mencapai 8,2%.

Tiongkok saat ini fokus pada permintaan domestik untuk memulihkan perekonomiannya. Meski demikian, Ekonom Cornell University Eswar Prasad dari mengatakan pemulihan Tiongkok akan mendorong permintaan di kawasan Asia. "Melihat ukuran ekonominya, Asia memang sulit tumbuh jika Tiongkok tidak berkembang," kata dia.

Berbagai Risiko

Meski ada pemulihan yang didukung Tiongkok, prospek pemulihan kawasan Asia Pasifik akan diwarnai oleh perdagangan global tampak suram karena pertumbuhan global yang lemah, ditutupnya perbatasan, dan ketegangan seputar perdagangan.

Diversifikasi ekonomi Asia agar tidak terlalu bergantung pada ekspor saat ini sedang berjalan yakni reorientasi fundamental terhadap permintaan domestik. Namun, ini akan memakan waktu dan menghadirkan tantangan yang sangat sulit bagi ekonomi terkecil, seperti kepulauan Pasifik yang umumnya bergantung pada pariwisata .

IMF mengingatkan, krisis kesehatan masih jauh dari selesai. Oleh karena itu, tugas pertama pembuat kebijakan adalah mempertahankan kebijakan kesehatan yang kuat sampai pandemi mereda.

Pengujian tepat waktu, pelacakan kontak yang efektif, peningkatan kapasitas rumah sakit, dan sistem perawatan kesehatan yang lebih baik tetap menjadi prioritas, terutama untuk pasar negara berkembang dan negara berpenghasilan rendah di wilayah tersebut.

Negara-negara harus merencanakan sekarang untuk mengamankan dan mendistribusikan pasokan vaksin dengan cepat ketika tersedia, dengan dukungan multilateral sesuai kebutuhan.

Di luar respons kesehatan, menurut IMF,  senjata lengkap kebijakan ekonomi diperlukan untuk mendukung masa depan Asia.Pertama, dukungan fiskal dan moneter tidak boleh ditarik sebelum waktunya, yaitu sebelum pemulihan memperoleh daya tarik.

Kedua, negara-negara perlu melipatgandakan upaya untuk melindungi warganya yang paling rentan dari konsekuensi krisis melalui penargetan dukungan fiskal yang lebih baik, terutama bagi kaum muda dan perempuan, yang paling terpukul.

Ketiga, kewaspadaan terhadap risiko kredit yang muncul di perusahaan dan rumah tangga tetap penting, mengingat potensi dampak pada lembaga keuangan, terutama jika pertumbuhan lebih lambat dari yang diharapkan.

Keempat, memungkinkan perubahan struktural, kebijakan ekonomi harus berfokus pada dunia masa depan, bukan kemarin. Ini berarti memfasilitasi restrukturisasi perusahaan dan realokasi sumber daya, termasuk ke sektor-sektor yang akan membuka jalan bagi pertumbuhan hijau inklusif jangka menengah yang lebih kuat.