29 Juta Pekerja Terdampak Covid-19: Jam Kerja Berkurang hingga PHK

ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/foc.
Ilustrasi. BPS mencatat 2,56 juta orang menjadi pengangguran akibat Pandemi Covid-19.
5/11/2020, 13.40 WIB

Badan Pusat Statistik mencatat terdapat 29,12 juta penduduk usia kerja yang terdampak pandemi Covid-19 pada Agustus 2020. Mereka mengalami pengurangan jam kerja hingga menjadi pengangguran, antara lain karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan angka tersebut merupakan 14,28% dari total penduduk usia kerja sebanyak 203,97 juta. "Jadi itu tidak dilihat hanya dari pengangguran saja," kata Suhariyanto dalam konferensi pers Pertumbuhan Ekonomi dan Ketenagakerjaan Indonesia, Kamis (5/11).

Dampak dari pandemi Covid-19 tersebut terdiri dari 2,56 juta orang yang menjadi pengangguran, 760 ribu orang menjadi bukan angkatan kerja, 1,77 juta orang menjadi sementara tidak bekerja. Sementara mayoritas atau sebanyak 24,03 juta pekerja mengalami pengurangan jam kerja. "Ini karena jam kerjanya menjadi lebih pendek," ujar dia.

Dilihat dari jenis kelamin, penduduk usia kerja laki-laki yang terdampak Covid-19 tercatat 18,03 juta orang, lebih besar daripada perempuan 11,09 juta orang. Sementara itu, jika dilihat dari daerah tempat tinggal, penduduk usia kerja di perkotaan yang terdampak Covid-19 sebanyak 20,28 juta orang, sedangkan di perdesaan sebanyak 8,84 juta orang.

Berdasarkan distribusi kelompok umur, Suhariyanto menyebut, kelompok umur dewasa (25-59 tahun) merupakan kelompok umur yang paling banyak terdampak Covid-19 pada semua komponen yakni pengangguran, bukan angkatan kerja, sementara bekerja, dan bekerja dengan pengurangan jam kerja.

Sementara pada kelompok umur muda (15-24 tahun) yang terdampak paling besar pada komponen pengangguran karena Covid-19. Pada kelompok umur tua (60 tahun ke atas) yang terdampak paling besar pada komponen bukan angkatan kerja karena pandemi.

Sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan penyebaran Covid-19, pemerintah memberlakukan pembatasan mobilitas penduduk, baik dalam skala nasional maupun regional. Hal tersebut berdampak pada penurunan jumlah pekerja komuter dibandingkan dengan kondisi normal.

Pada Agustus 2020, jumlah pekerja komuter di Indonesia sebesar 7,01 juta orang turun sebesar 21,07 persen jika dibandingkan dengan kondisi Agustus 2019 yang sebanyak 8,89 juta orang. Menurut Suhariyanto, fenomena pekerja komuter biasanya ditemui di kota-kota besar. "Arus pekerja komuter yang masuk ke kota-kota besar secara umum mengalami penurunan," katanya.

Persentase penurunan terbesar terjadi di Kota Bandung, yaitu sebesar 32,91%. Provinsi DKI Jakarta, sebagai ibukota, juga mengalami penurunan pekerja komuter yang cukup besar di lima wilayah kotanya yaitu sekitar 19–32%.

Sementara, Banjarmasin mengalami penurunan yang relatif kecil yaitu sebesar 1,41% Gambaran ini menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap intensitas mobilitas pekerja komuter pada Agustus 2020.

Adapun BPS mencatat total pengangguran pada Agustus 2020 bertambah 2,67 juta orang menjadi 9,77 juta orang per Agustus 2020, terlihat dalam databoks di bawah ini.

Ekonom Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet memperkirakan bahwa jika sampai kuartal I 2021 kasus covid-19 belum menunjukkan perbaikan, maka ada potensi proses pemulihan ekonomi berjalan lambat. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi masih berada dalam level negatif.

Maka dari itu, ia menuturkan bahwa potensi pertambahan jumlah penduduk usia kerja yang terdampak pandemi terutama pengangguran masih akan terjadi. "Apakah itu akan lebih besar atau tidak akan tergantung dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Kamis (5/11).

Jika sampai awal tahun depan PSBB kembali diberlakukan dengan waktu yang lama, maka angka penambahanya akan lebih besar. Namun jika PSBB tidak ada lagi, jumlah penambahannya akan relatif kecil dibandingkan Agustus 2020.

Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani sebelumnya memperkirakan 30% tenaga kerja formal hingga akhir tahun ini akan terdampak. Sebagian besar merupakan pegawai perjanjian kerja waktu tertentu atau kontrak yang putus di tengah jalan atau tidak diperpanjang.   "Fenomenanya kami lihat paling banyak adalah pegawai kontrak yang tidak diperpanjang. Tetapi 30% itu perkiraan secara keseluruhan, termasuk pekerja yang dirumahkan, pensiun dini, dan pemutusan hubungan kerja," kata Hariyadi bulan lalu. 

Reporter: Agatha Olivia Victoria