Ruang Besar Penguatan Rupiah dari Banjir Dana Asing dan Efek Biden

123rf.com
Ilustrasi. BI mencatat asing telah memborong SBN mencapai Rp 6,9 triliun dalam dua pekan terakhir.
Penulis: Agustiyanti
9/11/2020, 17.10 WIB

Modal asing kembali mengalir deras ke pasar keuangan Indonesia usai Joe Biden mengalahkan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS. Efeknya, rupiah perkasa ke level Rp 14.000 per dolar AS. 

Joe Biden yang merupakan kandidat dari Partai Demokrat mengunci kemenangan pilpres AS pada Sabtu (7/11). Kemenangan Biden diperoleh setelah merebut suara di Pennsylvania dan Nevada.

Total perolehan suara elektoral sementara bagi Biden mencapai 290, lebih tinggi dari batas 270 suara untuk memenangkan Pilpres AS. Biden pun masih berpeluang menambah 16 suara elektoral dari Georgia dan tengah membuntuti Trump di North Carolina yang memiliki 15 suara elektoral.

Selain unggul dari perolehan suara elektoral, Biden dan Harris juga mendapat jumlah popular vote yang lebih besar dari Trump. Berdasarkan hasil sementara, jumlah popular vote Biden mencapai 75 juta, sedangkan Trump 70,6 juta suara.

Kemenangan Biden dan Haris mendorong pasar saham menghijau dan dolar melemah. Mata uang negara-negara emerging market, termasuk rupiah melesat seiring ekspektasi bahwa akan lebih banyak stimulus moneter yang diberikan Biden saat memimpin AS.

Dikutip dari Reuters, indeks MSCI untuk pasar saham negara berkembang naik 6% sepanjang pekan lalu, sedangkan mata uang negara-negara emerging market naik 1,3%. Indeks saham Asia Pasifik negara berkembang juga melanjutkan penguatan 1,2%  pada perdagangan hari ini. Demikian pula dengan indeks saham negara-negara Asia Pasifik yang melaju 1,3%.

Indeks saham Jepang Nikkei 225 bahkan melesat 2,12% dan menyentuh level tertinggi dalam 29 tahun terakhir. Shanghai Composite Index menanjak 1,82%, Hang Seng 1,18%, dan  Kospi 1,27%. 

Mayoritas mata uang negara Asia hari ini juga melanjutkan kemenangan terhadap dolar AS yang dipimpin oleh rupiah. Mengutip Bloomberg, kurs rupiah ditutup menguat 1,02% ke posisi Rp 14.065 per dolar AS. Rupiah melanjutkan penguatan sepekan lalu yang mencapai lebih dari 400 poin. 

Menyusul rupiah, won Korea Selatan menguat 0,66%, yuan Tiongkok 0,47%, ringgit Malaysia 0,50%, baht Thailand 0,27%, rupee India 0,14%, dolar Singapura 0,44%, dan peso Filipina 0,21%, dan dolar Hong Kong 0,01%. Hany yen Jepang yang melemah 0,3% terhadap dolar AS.

"Banyak perhatian telah diberikan kepada Trump vs Biden. Peluang terbaik saat ini terletak pada pasar negara berkembang," ujar Dave Wang, manajer portofolio di Nuveen Capital Singapura, seperti dikutip dari Reuters.

Aliran modal asing mulai kembali mengalir ke Indonesia. Berdasarkan data transaksi 2-5 November 2020 yang dirilis Bank Indonesia, investor asing mencatatkan beli bersih sebesar Rp 3,81 triliun di pasar keuangan domestik. Lebih perinci, investor asing mencatatkan beli bersih Rp 3,87 triliun di pasar SBN, tetapi masih mencatatkan jual bersih sebesar Rp 0,06 triliun di pasar saham. 

Kendati demikian, investor asing mencatatkan beli bersih atau net buy di seluruh pasar saham pada perdagangan Jumat (6/11) sebesar Rp 827,68 miliar. IHSG akhir pekan lalu ditutup melesat 1,43% ke level 5.335.

Asing pada perdagangan hari ini (9/11) juga masih mencatatkan beli bersih di seluruh pasar saham mencapai Rp 190,8 miliar. IHSG ditutup menguat 0,38% ke posisi 5.356.

Modal asing masuk ke pasar keuangan Indonesia tak lepas dari premi risiko yang membaik. Premi Credit Default Swaps Indonesia 5 tahun turun dari poisi akhir bulan lalu 97,96 menjadi 82,64 per 5 November.

Nilai tukar rupiah menguat 1,02% ke posisi Rp 14.065 per dolar AS pada  perdagangan di pasar spot hari ini. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pras.)

Rupiah Masih Berpotensi Menguat

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah menjelaskan, investor asing kembali masuk ke pasar keuangan Indonesia seiring sentimen positif hasil pilpres AS yang memenangkan Joe Biden. Kebijakan Biden dinilai para investor lebih mampu diprediksi dan tidak provokatif ke negara lain, termasuk ke Tiongkok.

"Kemenangan Biden diharapkan mengurangi tensi perang dagang AS-China. Sejak 2018, perang dagang terus menciptakan "ketidakpastian yang luar biasa" sehingga terus menimbulkan tekanan bagi mata uang negara-negara emerging market, termasuk Indonesia," ujar Nanang kepada Katadata.co.id, Senin (9/11).

Menurut Nanang, investor mulai kembali memburu Surat Berharga Negara. Dalam dua pekan terakhir, SBN yang diborong asing telah mencapai Rp 6,9 triliun.

Pasokan valas di dalam negeri yang meningkat seiring masuknya aliran modal asing membuat rupiah menguat hingga di bawah Rp 14.100 per dolar AS. Namun, Nanang menilai rupiah masih berada di bawah nilai fundamentalnya atau undervalue dan masih berpotensi menguat. 

"BI melihat ruang bagi rupiah untuk menguat masih lebar karena belum sejalan dengan level fundamentalnya. Secara riil, rupiah masih terlalu murah," katanya.

Rupiah yang masih terlalu murah tercemin dari neraca perdagangan Indonesia yang surplus dalam beberapa bulan terakhir seiring kenaikan ekspor di tengah impor yang masih lemah. Secara keseluruhan, neraca transaksi berjalan pada kuartal III 2020 juga akan mencatatkan surplus setelah defisit mencapai US$ 2,9 miliar pada kuartal II 2020.

Selain itu, inflasi pada September hanya mencapai 0,07% atau 1,44% secara tahun kalender atau year to date dan diperkirakan berada di bawah 2% untuk sepanjang 2019. Rupiah juga masih berpotensi menguat jika memperhitungkan perbedaan yield dengan negara-negara lain.

Imbal hasil SBN tenor 10 tahun telah menurun ke level 6,28%, terendah dalam tiga tahun terakhir menurut catatan Reuters. Kendati demikian, Nanang menilai imbal hasil SBN Indonesia masih jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara peer Asia sehingga masih sangat menarik di mata investor asing. 

Adapun langkah the Fed yang diperkirakan terus menempuh quantitative easing akan membuat likuiditas dolar membanjiri pasar keuangan global dan merembes ke negara berkembang. The Fed berkomitmen terus melakukan pembelian obligasi pemerintah AS sebesar US$ 120 miliar per bulan.

"Kebijakan QE The Fed yang masif tercermin pada aset di neraca the Fed yang di awal November ini yang sudah mencapai US$ 7,2 triliiun," katanya.

Paket tambahan stimulus AS sebesar US$ 2,2 triliun yang akan bergulir di masa pemerintahan Biden juga akan menambah likuiditas dolar di pasar. Kondisi likuiditas dolar yang akan melimpah karena ekspansi moneter dan fiskal AS dalam beberapa tahun ke depan seharusnya menyebabkan DXY atau index dolar terus menurun, Indeks dolar AS sempat diperdagangkan melemah tadi pagi, tetapi bergerak menguat 0,09% pada sore ini ke posisi 92,3.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Suhaebi memperkirakan rupiah masih berpotensi menguat pada perdagangan besok. Rupiah bahkan berpotensi menguat ke level di bawah Rp 14.000 per dolar AS. 

"Pasar menyambut pemilihan Joe Biden sebagai presiden AS dengan ekspektasi bahwa Gedung Putih yang lebih tenang dapat meningkatkan perdagangan dunia dan bahwa kebijakan moneter akan tetap mudah," ujar Ibrahim.