Sri Mulyani Keluhkan Data Masih Hambat Penyaluran Bansos Rp 81 Triliun

ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/foc.
Ilustrasi. BI memperkirakan penyaluran bansos secara nontunai mencapai Rp 81 triliun hingga akhir tahun.
11/11/2020, 18.32 WIB

Penyaluran bantuan sosial secara nontunai akan mencapai Rp 81 triliun hingga akhir tahun ini. Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut permasalahan data masih menjadi hambatan dalam penyaluran bansos. 

"Selama ini terhambat karena data ada yang dari kementerian, lembaga, ada yang dari perbankan berbeda lagi," ujar Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama.

Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah akan membangun pusat data nasional, yang antara lain akan mengintegrasikan data penerima bansos. Pusat data tersebut akan dibangun dari anggaran bidang teknologi dan informasi pada 2021 yang berkisar Rp 30 triliun. Selain untuk pusat data nasional, dana tersebut juga akan digunakan untuk membangun 12.377 tempat publik yang tersambung internet.

Tak hanya itu, dia menyebut pemerintah juga akan membangun base transmission station di lebih dari 5.000 desa. "Karena desa yang selama ini masih ada 12 ribu yang belum terkoneksi internet," kata dia.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan penyaluran bansos secara nontunai telah dilaksanakan kepada 10 juta penerima Program Keluarga Harapan senilai  Rp 37,4 triliun dan 20 juta pemegang kartu sembako senilai Rp 43,6 triliun. "Saat penyaluran bantuan menggunakan elektronifikasi, kami melakukan literasi keuangan," kata Perry dalam Indonesia Fintech Summit 2020, Rabu (11/11).

BI juga mendorong  transaksi pemerintah daerah menggunakan elektronifikasi atau nontunai. Hingga kini, terdapat 542 pemda baik provinsi maupun kabupaten/kota yang sudah menggunakan QRIS atau transaksi elektronik lainnya dalam penerimaan maupun pengeluaran daerah.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso berkomitmen untuk mengarahkan seluruh lembaga keuangan masuk ke platform digital, termasuk lembaga keuangan mikro dan koperasi.  Hal ini, menurut dia, tidak sulit lantaran pihaknya juga sudah bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM. Ia mencontohkan, seluruh bank wakaf mikro yang saat ini sudah bertransformasi ke  digital.

"Sehingga nanti jika pemerintah memerlukan data atau informasi,  sudah clear seperti saat akan memberi bansos," ujar Wimboh.

Kendati demikian, Wimboh menyebut digitalisasi harus diterapkan bukan hanya pada lembaga keuangan saja tetapi juga ekonomi secara keseluruhan. Hal tersebut menjadi sangat penting mengingat potensi ekonomi digital di Indonesia sangat besar.

Mengutip riset dari Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai transaksi digital di tanah air diramal melonjak lebih dari tiga kali lipat dalam lima tahun ke depan dari saat ini US$ 40 miliar menjadi US$ 133 miliar. Secara perinci, nilai transaksi e-commerce ditaksir naik lebih dari empat kali lipat yaitu dari US$ 20 miliar menjadi US$ 82 miliar. Jasa perjalanan online dari US$ 10 miliar menjadi US$ 25 miliar. Sementara media online naik dari US$ 3,5 miliar menjadi US$ 9 miliar. Jasa kendaraan online dari US$ 5,7 miliar menjadi US$ 18 miliar.

Reporter: Agatha Olivia Victoria