Bank Indonesia telah menginjeksi likuiditas ke pasar keuangan domestik, terutama perbankan mencapai Rp 682 triliun atau 4,4% terhadap produk domestik bruto. Stimulus moneter ini paling besar di antara negara-negara emerging markets.
"BI sudah menginjeksi likuiditas Rp 682 triliun, stimulus moneter terbesar di antara negara emerging markets. Sudah saatnya bank memangkas bunga dan menyalurkan kredit," ujar Perry dalam Pertemuan Tahunan BI, Kamis (3/12).
Perry menekankan bank harus ikut andil untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Pelonggaran kuantitatif telah dilakukan BI melalu sejumlah langkah. Salah satunya, penurunan giro wajib minimum 300 bps menjadi 3,5%. Berdasarkan data BI, pelonggaran GWM ini telah menambah lebih dari Rp 500 triliun likuiditas di perbankan.
Stimulus kebijakan moneter akan berlanjut pada tahun depan. BI akan memastikan stabilitas nilai tukar rupiah. Suku bunga acuan juga tetap akan rendah hingga ada tanda-tanda tekanan inflasi meningkat.
"Likuiditas akan tetap longgar untuk mendukung penyaluran kredit perbankan pada tahun depan," kata Perry.
Bank Indonesia juga akan melanjutkan sinergi stimulus moneter-fisikal dalam rangka pembiayaan APBN pada 2021 melalui mekanisme burden sharing. Namun, pembelian SBN di pasar perdana akan terbatas sebagai non-competitive bidder. Pembelian SBN secara langsung hanya berlaku untuk APBN 2020.
"BI telah membeli SBN dari pasar perdana 72,5 triliun, pembelian SBN secara langsung untuk pembelian barang publik sebesar Rp 297 triliun, sehingga secara total BI telah membeli SBN Rp 369,5 triliun," katanya.
Perry menegaskan kebijakan burden sharing merupakan bagian dari komitmen BI untuk mendukung pemulihan ekonomi meski berdampak besar pada keuangan bank sentral tahun depan dan tahun-tahun ke depan.
Bank sentral juga memastikan kebijakan makroprudensial juga akan tetap akomodatif, Rasio countercyclical buffer dipertahankan 0%, Rasio Intermediasi Makroprudensil sebesar 84% hingga 94%, rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial sebesar 6%, pelonggaran LTV dan uang muka, serta insentif untuk mendorong UMKM dan ekspor.
"Untuk mendorong UMKM,BI akan mengeluarkan rasio pembiayaan inklusif makroprudensial, memberikan insentif bagi bank yang mendorong UMKM dan sektor prioritas, serta pengembangan sekuritisasi kredit UMKM," katanya.
Kepala Ekonom BCA David Sumual sebelumnya menjelaskan, kebijakan moneter hanya berfungsi untuk menggiring perekonomian. Dorongan terhadap perekonomian akan lebih besar dengan pemberian stimulus fiskal. "Sehingga perlu dioptimalisasi lagi di tahun depan," kata David pertengahan bulan lalu.
David memperkirakan, tansmisi penurunan bunga kredit masih akan berlanjut hingga tahun depan. Hal ini seiring dengan kondisi ekonomi yang diharapkan membaik sehingga risiko kredit pun dapat menurun. Kendati demikian, menurut dia, ruang BI untuk kembali memangkas suku bunga acuan ke depan sangat terbatas.
"Ruang penurunan sudah sangat terbatas karena inflasi pada tahun depan berpotensi meningkat seiring ekonomi yang mulai pulih," katanya.