Bolong Penerimaan Pajak Tak akan Membuat Defisit APBN 2020 Membengkak

123RF.com/Sembodo Tioss Halala
Ilustrasi. Penerimaan pajak hingga November 2020 hanya mencapai Rp 925,34 triliun atau 77,2% dari target dalam Perpres 72 Tahun 2020 sebesar Rp 1.198,8 triliun.
22/12/2020, 08.55 WIB
  • Penerimaan pajak diproyeksi kembali tak mencapai target tahun ini
  • Defisit Anggaran mencapai 5,6% terhadap PDB hingga akhir November 
  • Pembiayaan utang tembus Rp 1.065 triliun

Penerimaan pajak masih kekurangan Rp 273,46 triliun untuk mencapai target di sisa satu bulan terakhir tahun ini. Meski ada potensi target pajak kembali meleset, defisit anggaran tahun ini tak berpotensi melampaui pagu Rp 1.039,2 trilun atau 6,37% terhadap PDB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, penerimaan pajak hingga November 2020 hanya mencapai Rp 925,34 triliun atau 77,2% dari target dalam Perpres 72 Tahun 2020 sebesar Rp 1.198,8 triliun. Realisasi tersebut juga anjlok 18,55% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Meski masih tertekan, penerimaan pajak pada November sebenarnya mengalami sedikit perbaikan, ada pertumbuhan secara bulanan sebesar 29%," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (21/12).

Kementerian Keuangan memproyeksii rasio perpajakan terhadap PDB tahun ini hanya akan mencapai 7,9%, turun dari tahun lalu sebesar 9,76% seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.

Penerimaan pajak paling anjlok terjadi pada PPh migas mencapai 44,8% dibandingkan November 2019 menjadi Rp 29,2 triliun atau 91,5% dari target. Sedangkan pajak nonmigas turun 17,3% menjadi Rp 896,2 triliun atau 76,8% dari target.

Dari komponen pajak nonmigas, PPh nonmigas turun paling dalam mencapai 20% menjadi Rp 896,2 triliun atau 77,1% dari target, disusul PPN yang turun 14,1% menjadi Rp 55,2 triliun atau 55,2% dari target.

"Untuk pajak bumi bangunan karena nilainya relatif kecil, kami bisa mengumpulka Rp 19,1 triliun atau dekat dengan realisasi tahun lalu Rp 20,4 triliun," katanya.

Sri Mulyani menjelaskan, penerimaan yang anjlok juga tak lepas dari pemanfaat insentif pajak dan restitusi yang masih meningkat.

Adapun realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai tercatat lebih baik. Penerimaan cukai masih tumbuuh positif 8,3% mencapai Rp 83,7 trilun atau 87,8% dari target. Sedangkan pendapatan bea masuk dan bea keluar turun 12% menjadi Rp 32,4 triliun.

"Penerimaan bea dan cukai masih baik, proyeksi akhir tahun akan diatas target," ujarnya.

Sri Mulyani juga mencatat penerimaan negara bukan pajak turun 15,9% menjadi Rp 3049 triliun. Namun, realisasinya telah mencapai 103,7% target. Total penerimaan negara dalam 11 bulan mencapai Rp 1.423 triliun, turun 15,1% dari periode yang sama tahun lalu atau 83,7% dari target.

"Defisit anggaran hingga bulan November masih on track sebesar Rp 883,7 triliun atau 5,6% terhadap PDB," katanya.

Belanja negara naik 12,7% dari Rp 2.046,6 triliun pada November 2019 menjadi Rp 2.306,7 triliun. Secara perinci, Rp 1.558,7 triliun dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Rp 748 triliun.

"Ini kenaikan belanja yang dipakai untuk penanganan pandemi dan dampaknya," ujarnya.

Pengeluaran pemerintah yang naik 20,5% dari Rp 1.293,6 triliun meliputi belanja Kementerian/Lembaga Rp 852,2 triliun dan belanja non K/L Rp 706,5 triliun. Sementara TKDD yang terkontraksi 0,7% dari Rp 752,9 triliun terdiri atas transfer ke daerah Rp 682,9 triliun serta dana desa Rp 65,1 triliun.

Meski demikian sisa lebih pembiyaan anggaran atau SILPA hingga akhir bulan lalu mencapai Rp 2211 triliun, atau lebih dari empat kali lipat periode yang sama tahun lalu Rp 51,6 triliun.

Pengaruh ke Defisit Anggaran dan Tambahan Utang

Belanja negara pada Desember 2020 diperkirakan melonjak karena adanya pembelian vaksin pada 6 Desember 2020 lalu. Pemerintah juga akan menggenjot pengeluaran sebelum menutup tahun 2020. 

Salah satu belanja yang akan didorong agar tersalur penuh hingga akhir tahun adalah belanja bantuan sosial. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan realisasi belanja bansos penting untuk memastikan  pemulihan ekonomi terjadi pada tahun depan. "Kami telah mengkonfirmasi bahwa belanja bansos ini sangat membantu kelompok masyarakat kelompok menengah bawah yang terdampak," katanya. 

Realisasi belanja bansos tercatat Rp 191,4 triliun, atau  mencapai 112,1% dari pagu Rp 170,7 triliun. Realisasi bansos ini meningkat  80,7% secara tahunan terutama dipengaruhi oleh pelaksanaan jaring pengaman sosial masa pandemi, bantuan premi Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional, serta pelaksanaan Kartu Indonesia Pintar Kuliah yang mulai tahun 2020.

Selain itu, menurut Suahasil,  belanja PEN juga akan terus didorong hingga akhri tahun, terutama untuk Penyertaan Modal Negara kepada BUMN yang telah dianggarkan. Realisasi belanja PEN hingga 14 Desember 2020 baru mencapai Rp 483,62 triliun atau 69,6% dari pagu Rp 695,2 triliun. Dari realisasi tersebut, anggaran pos pembiayaan korporasi baru terserap Rp 8,16 triliun atau 13% dari pagu Rp 60,37 triliun

Suahasil memastikan anggaran Rp 52,57 triliun untuk PMN BUMN, pinjaman investasi BUMN, serta Lembaga Pengelola Investasi akan dikucurkan pada akhir Desember 2020. Dengan demikian, penyerapan pada kluster ini dapat mencapai 100%.

Selain pembiayaan korporasi, realisasi program PEN terdiri dari pos kesehatan Rp 47,05 triliun, perlindungan sosial Rp 217,16 triliun, dan sektoral K/L dan Pemda Rp 55,68 triliun. Kemudian, dukungan UMKM Rp 106,46 triliun serta insentif usaha Rp 49,12 triliun.

Suahasil mengatakan sisa anggaran PEN akan dialihkan untuk tahun depan. Namun, pemerintah masih akan mendorong agar penyerapan anggaran PEN maksimal hingga tutup tahun ini. 

Kementerian Keuangan sebelumnya memproyeksi penyerapan anggaran belanja negara hingga akhir tahun hanya akan mencapai Rp 2.639,8 triliun atau 96,4% target dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020. Namun, Kepala Ekonom BCA David Sumual memperkirakan realisasi belanja negara akan lebih rendah dari proyeksi pemerintah tersebut. 

"Terutama untuk anggaran program PEN yang realisasinya masih rendah," kata David kepada Katadata.co.id. 

David memperkirakan realisasi anggaran PEN hingga akhir tahun hanya akan mencapai 80% dari target. Realisasi belanja negara diproyeksi hanya mencapai 90% dari target. Dengan demikian, defisit anggaran tak akan melampau target meski penerimaan pajak meleset jauh dari target.

"Ini sebenarnya tidak bagus karena mengulang siklus tahun-tahun sebelumnya. Padahal, belanja pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendorong ekonomi dalam kondisi saat ini," katanya.

Realisasi belanja ini akan berpengaruh pada perekonomian kuartal keempat. Ekonomi dalam tiga bulan terakhir ini akan terkontraksi meski lebih baik dibandingkan kuartal ketiga. Konsumsi pemerintah tetap akan menjadi penopang dengan kontribusi lebih besar dibandingkan kuartal ketiga meski tak sesuai harapan. 

Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah juga memperkirakan kekurangan APBN tidak akan melewati target Rp 1.039,2 triliun atau 6,34% PDB. "Walaupun akan ada kenaikan belanja vaksin tetapi realisasi anggaran secara keseluruhan jauh di bawah perencanaan," kata Piter kepada Katadata.co.id, Senin (21/12). 

Meski demikian, pembiayaan utang hingga akhir November telah mencapai Rp 1.065,1 triliun atau 87,3% dari target. Penerbitan SBN neto mencapai 1.044,3 triliun atau 89% dari target, sedangkan pinjaman neto tercatat Rp 20,8 triliun atau 44,6% dari target.