- Pemerintah telah menetapkan Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Investasi.
- Indonesia Investment Authoriry ditargetkan menarik investasi US$ 20 miliar setelah beroperasi.
- Aneka insentif pajak disiapkan untuk menarik minat para investor menanamkan dana di LPI.
Lembaga pengelola investasi menjadi harapan pemerintah menarik dana asing untuk membiayai pembangunan di Tanah Air, terutama di sektor infrastruktur. Sejumlah diskon pajak disiapkan guna merayu para investor menanamkan modal di lembaga yang akan dinamakan Indonesia Investment Authority (INA) tersebut.
Saat ini, LPI telah memiliki jajaran dewan pengawas yang terdiri dari Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai ketua, serta Menteri BUMN Erick Thohir, Haryanto Sahari, Darwin Cyril Noerhadi, dan Yozua Makes sebagai anggota.
"Kami baru melantik dewan pengawas INA. Lembaga ini kami harapkan menjadi alternatif pembiyaan pembangunan negara kita," ujar Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers virtual usai pelantikan dewan pengawas LPI, Rabu (27/1).
Jokowi meyakini jajaran dewan pengawas memiliki rekam jejak dan reputasi yang baik. Mereka diharapkan mampu membangu kepercayaan investor sehingga dana asing masuk ke lembaga tersebut dalam jumlah besar.
"Tugas dewan pengawas selanjutnya adalah menetapkan dewan direktur. Saya minta paling lambat minggu depan sudah terbentuk," kata Jokowi. "Setelah itu tancap gas."
Jokowi dalam pertemuan tahunan Otoritas Jasa Keuangan OJK pada pertengahan bulan ini optimistis LPI mampu mengantongi investasi hingga US$ 20 miliar atau sekitar Rp 140 triliun dalam 1-2 bulan sejak lembaga ini terbentuk. Proyeksi ini berdasarkan laporan yang ia terima dari Sri Mulyani.
Komitmen investasi melalui LPI bahkan telah dikantongi pemerintah meski sovereign wealth fund atau SWF ini belom beroperasi. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga menjelaskan, pemerintah telah bertemu dengan lebih dari 50 investor global sejak pertengahan tahun lalu untuk menawarkan investsi pada lembaga ini.
Ia menjelaskan terdapat dua tipe pendanaan yang akan dikelola LPI, yakni master fund atau dana induk dan thematic fund atau dana yang dikelola berdasarkan bidang tertentu.
"Untuk master fund, sudah ada komitmen dari US DFC hingga US$ 2 miliar, JBIC berpotensi hingga US$ 4 miliar, dan ADIA," ujar Aairlangga dalam Webinar UI, Rabu (27/1).
Beberapa investor sudah tertarik untuk bergabung pada thematic fund yang rencananya dibuat dengan bidang jalan tol. Potensi investasi datang dari CDPQ Kanada hingga US$ 2 miliar dan APG Belada senilai US$ 1,5 miliar. Selain itu, GIC Singapura masih mengikuti diskusi yang berkembang, sedangkan Macquired menawarkan sebagai pengelola dana dan berkontribusi US$ 300 juta.
"Kami berharap LPI ini menjadi salah satu SWF yang besar di level ASEAN. Bapak Presiden sudah menargetkan dana kelola US$ 20 miliar sebagai tahap awal," katanya.
Ragam Insentif Pajak untuk Investor LPI
Guna meningkatkan daya tarik bagi investor menanam modal di LPI, pemerintah menyiapkan sejumlah insentif perpajakan. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, UU Cipta Kerja memandatkan dibuatnya peraturan khusus terkait fasilitas perpajakan bagi SWF.
"Pengaturan perlakuan pajak LPI akan dibagi menjadi masa investasi dan masa kepemilikan," ujar Suahasil.
Pada masa investasi, penyertaan modal negara atau PMN yang diberikan oleh APBN ke LPI bukan merupakan objek pajak penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Transaksi pengalihan saham pemerintah ke LPI tak dikenakan PPh lantaran pemerintah bukan subjek pajak.
Sementara itu, transaksi pengalihan saham BUMN dikenakan pajak dan akan dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak tahunan PPh BUMN yang bersangkutan. "Ini sebenarnya sama dengan aturan yang berlaku saat ini. Tidak ada perubahan," katanya.
Namun, pada transaksi PMN dalam bentuk tanah dan bangunan kepada LPI, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BHTB) yang dibayar menjadi biaya sebagai pengurang penghasilan bruto pada tahun pajak tanah/bangunan yang diperoleh. Aturan saat ini, BHTB sebesar 5% dari nilai pajak brutonya dan dikapitalisasi sebagai harga perolehan aset.
"Dengan BHTB menjadi pengurang penghasilan bruto pada tahun pajak tanah dan bangunan. Ini artinya boleh dibiayakan sehingga nilai dari LPI akan meningkat dan value Creation terjadi," ujarnya.
Jika LPI cepat mendapatkan nilai tambah, Suahasil berharap lembaga ini dapat lebih cepat memupuk dana cadangan hingga 50% dari modalnya. Dengan demikian, lembaga ini dapat lebih cepat membagi dividen dan membayar pajak. "Maka pada saat itu, seluruh pajak LPI akan dibayarkan sesuai ketentuan," katanya.
Karena itu, Suahasil melanjutkan, pemerintah sedang menggodok perlakuan perpajakan yang sesuai lalu mendorong LPI bekerja. "Kalau sudah melakukan banyak proyek, kemudian kami ambil pajaknya dari pengelolaan LPI dan pengelolaan aset proyek tersebut," katanya.
Langkah ini penting mengingat pandemi Covid-19 memukul penerimaan pajak pada tahun lalu. Rasio pajak turun ke level terendah sejak 2015.
Suahasil melanjutkan, perlakuan khusus pajak pada masa kepemilikan mencakup transaksi pembentukan cadangan wajib, bunga pinjaman dari kuasa kelola ke LPI, dan dividen yang diterima mitra investasi subjek pajak luar negeri dari kuasa kelola. Dalam aturan saat ini, cadangan yang dibentuk LPI tak dapat menjadi biaya. Namun dalam rancangan aturan yang tengah dibentuk, cadangan wajib dapat dihitung sebagai biaya hingga 50% dari modal awal atau pembayaran dividen pertama kali pada pemerintah.
LPI akan memperoleh pembebasan PPh pasal 23 pada transaksi bunga pinjaman dari kuasa kelola lembaga tersebut. Namun, transaksi bunga pinjaman tetap harus dilaporkan dalam SPT Tahunan LPI. Insentif pajak juga diberikan dalam bentuk diskon PPh pasal 26 atau atas dividen yang diterima mitra investasi SPLN dari kuasa kelola dari sebelumnya sebesar 20% atau sesuai tax treaty menjadi 7,5%..
"Terakir pada masa exit atau saat mitra investasi sudah selesai masa penanaman modalnya, kalau dia membawa pulang modal ke luar negeri maka dipotong pajak 7,5%. Namun, jika dia kembali menanamkan modalnya di Indonesia, maka akan dikenakan pajak," ujarnya.
Seluruh perlakuan khusus atau insentif pajak ini, menurut Suahasil, hanya berlaku untuk LPI. Sementara dana kelolaan hingga entitas anak usaha LPI tetap harus membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
Ekonom LPEI Universitas Indonesia Teuku Riefky menilai insentif pajak dapat memberikan daya tarik bagi investor untuk menenamkan dana melalui LPI. Namun, menurut dia, tetap perlu ada perbaikan dari sisi kemudahan perizinan, regulasi yang efisien dan tidak saling tumpang tindih dan kejelasan regulasi sehingga proyek-proyek investasi yang digarap lemabaga ini dapat berjalan.
"Target untuk menarik modal asing dapat terpenuhi, tetapi bukan hanya dengan insentif pajak yang dibutuhkan," katanya.
Kepala Ekonom BCA David Sumual menilai kemampuan LPI untuk menarik investasi asing akan bergantung pada potensi ekonomi domestik dan proyek-proyek yang ditawarkan. "Proyek yang ditawarkan tentu harus yang memiliki return investasi menarik. Kalau proyek infrastruktur yang kurang menarik tetap butuh penjaminan," katanya, akhir bulan lalu.
SWF, menurut dia, tetap akan bersaing dengan banyak negara yang juga membutuhkan investasi. Selain infrastruktur, pemerintah dapat menawarkan proyek-proyek pada sektor-sektor yang saat ini sebenarnya tengah naik daun, seperti proyek-proyek energi berkelanjutan dan teknologi.