Sri Mulyani Jelaskan Aturan Baru Pajak Pulsa & Token, Harga Tidak Naik

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Menteri Keuangan Sri Mulyani membacakan tanggapan pemerintah atas pengesahan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021 dalam Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9/2020). Dalam Rapat Paripurna itu DPR menyetujui RUU APBN Tahun Anggaran 2021 dan RUU Bea Materai menjadi Undang-Undang serta menetapkan perpanjangan waktu pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi.
Penulis: Pingit Aria
30/1/2021, 10.46 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani merilis payung hukum pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer. Namun, beleid itu tidak akan mempengaruhi harga barang atau produk tersebut karena selama ini pajaknya sudah berjalan.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 /PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan voucer. Beleid ini diteken Sri Mulyani di Jakarta pada tanggal 22 Januari 2021.

“Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2021,” tulis PMK tersebut seperti dikutip Katadata.co.id, Jumat (29/1).

Regulasi baru ini sempat ramai diperbincangkan karena masyarakat menganggap pemerintah memungut jenis pajak baru. Beberapa pihak juga khawatir ketentuan ini akan membuat pulsa, kartu perdana, token, dan voucer naik. Benarkah demikian?

Sri Mulyani membantahnya. “Ketentuan tersebut tidak berpengaruh terhadap harga pulsa, kartu perdana, token, dan voucer,” demikian dikutip dari unggahan Sang Menteri di Instagram, Sabtu (30/1).

Berapa jumlah wajib pajak PPh pada 2020? Simak Databoks berikut: 

Ia menjelaskan, selama ini PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berjalan. Jadi, tidak ada pungutan pajak baru untuk produk-produk tersebut.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 /PMK.03/2021 hanya bertujuan untuk menyederhanakan pengenaan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer yang telah ada sebelumnya, serta untuk memberikan kepastian hukum.

Penyederhanaan pengenaan pajak yang dimaksudnya meliputi:

1. Pemungutan PPN

1a. Pulsa/kartu perdana

Dilakukan penyederhanaan pemungutan PPN, sebatas sampai pada distributor tingkat II (server). “Sehingga distributor tingkat pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi,” katanya.

1b. Token Listrik

PPN tidak dikenakan atas nilai token, namun hanya dikenakan atas jasa penjualan/komisi yang diterima agen penjual.

1c. Voucer

PPN tidak dikenakan atas nilai voucer karena voucer adalah alat pembayaran setara dengan uang. PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan/pemasaran berupa komisi  atau selisih harga yang diperoleh agen penjual.

2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian oleh distributor pulsa, dan PPh Pasal 23 atas jasa penjualan/pembayaran agen token listrik dan voucer merupakan pajak di muka bagi distributor/agen yang dapat dikreditkan (dikurangkan) dalam SPT tahunannya.

“Jadi tidak benar ada pungutan pajak baru untuk pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucer,” kata Sri Mulyani.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar menjelaskan bahwa ketentuan tersebut bukan untuk meningkatkan penerimaan pajak. "Ini lebih untuk memberi rasa keadilan dan kepastian hukum bagi pedagang pulsa kecil." ujar Fajry kepada Katadata.co.id, Jumat (29/1).

Reporter: Agatha Olivia Victoria