Celah Suap Pajak di Tengah Anjloknya Penerimaan Negara

123RF.com/Andrii Yalanskyi
Ilustrasi. Hingga Januari 2021, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 68,5 triliun, turun 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
5/3/2021, 07.00 WIB
  • KPK telah menetapkan tersangka kasus dugaan suap pajak miliaran rupiah.
  • Enam orang dicegah bepergian ke luar negeri, termasuk dua pegawai pajak. 
  • Kasus suap berpotensi menganggu kepercayaan masyarakat untuk membayar pajak.

Kasus dugaan suap kembali terjadi di Direktorat Jenderal Pajak. Sedikitnya dua pegawai pajak terlibat dalam dugaan suap senilai miliaran rupiah saat ribuan pegawai pajak lainnya berupaya mengumpulkan penerimaan negara di tengah masa sulit pandemi Covid-19.

Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini telah menetapkan tersangka kasus dugaan suap ini. Meski belum membeberkan jumlah dan inisial tersangka, Ditjen Imigrasi telah mencegah enam orang untuk berpergian ke luar negeri atas permintaan KPK terkait kasus tersebut. Dua orang yang dicekal adalah pegawai pajak berinisial DR dan Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP Angin Prayitno Aji. Sementara empat orang lainnya, berinisial RAR, AIM, VL, dan AS. 

Wakil Ketua KPKAlexander Marwata menjelaskan, setiap orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaganya dicegah untuk bepergian ke luar negeri. "Umumnya sejak tersangka ditetapkan, kami cegah ke luar negeri," ujar Alex di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/3). 

Alex menjelaskan, asus dugaan suap terendus dari laporan yang diberikan masyarakat. KPK kemudian mendalami laporan tersebut. "Biasanya perkara suap adalah OTT (operasi tangkap tangan), ini tidak. Penyelidikan terbuka dan kami putuskan kami naikkan ke penyidikan," kata Alex. 

Ia belum dapat membeberkan nama atau inisial-inisial tersangka. Hal ini, menurut dia, agar tim penyidik KPK tidak terganggu dalam proses pemeriksaan dan pencarian barang bukti terkait kasus tersebut. "Nanti pada saat ada upaya paksa dengan penahanan, akan kami umumkan tersangkanya sekaligus kami lakukan penahanan," katanya. 

Alex menjelaskan, kasus dugaan suap tersebut terjadi karena ketidakpatuhan wajib pajak. "WP dengan cara mempengaruhi aparatur pajak memberikan sesuatu, menjanjikan sesuatu agar pajaknya bisa diturunkan," kata Alex.

Ia pun mengimbau kepada wajib pajak untuk membayar pajak sesuai ketentuan. "Kalau tidak puas dengan hitungan dari aparat pajak, ada upaya hukum, yaitu melakukan keberatan. Kalau keberatan tidak diterima, bisa ajukan banding. Itu mekanismenya," ujar dia.

Sumber Katadata.co.id yang mengetahui permasalahan ini mengatakan, KPK memulai penyidikan pada 4 Februari setelah melakukan penyidikan awal untuk mengumpulkan bukti permulaan. Lembaga antirasuah disebut telah memperoleh informasi terkait kasus ini sejak berakhirnya program pengampunan pajak pada 2017.

Pengampunan pajak adalah program wajib pajak besar untuk melaporkan aset yang belum pernah dilaporkan ke otoritas pajak. Program ini berlangsung pada 2016 berdasarkan Undang-Undang Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak.

Di bawah program tersebut, wajib pajak hanya perlu membayar tebusan sebesar persentase tertentu dari nilai aset yang dilaporkan. Dengan demikian, wajib pajak mendapatkan potongan besar atas pajak yang seharusnya dibayarkan, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, dan penghapusan sanksi perpajakan atas aset yang dilaporkan.

Program pengampunan pajak berakhir pada 31 Maret 2017. Berdasarkan data aset yang dilaporkan, Direktorat Jenderal Pajak berhak melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak. Undang-Undang Pengampunan Pajak memang mengatur bahwa wajib pajak yang ikut dalam pengampunan pajak dapat dikenakan sanksi pajak penghasilan 200% jika tidak mengungkapkan seluruh asetnya.

Sumber mengtakan, kewenangan ini digunakan oleh petugas pajak nakal untuk mengumpulkan suap atau memeras uang dari pembayar pajak. Menghadapi sanksi besar, wajib pajak yang belum melaporkan seluruh hartanya ditawari penyelesaian dengan menyuap petugas pajak sekian persen dari total pajak yang terutang. Pelaku kemudian meminimalisasi kewajiban pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.

Masih menurut sumber, KPK dan Satuan Kerja Kepatuhan Internal Kementerian Keuangan menemukan 165 wajib pajak yang terlibat dalam suap. Nilai suap yang mengalir sejak 2017 mencapai lebih dari Rp 100 miliar, dengan potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Penerima suap terdiri dari pejabat aktif, mantan pejabat, dan auditor di Direktorat Jenderal Pajak. Beberapa pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka dilaporkan adalah Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Pajak dan mantan Direktur Penegakan Hukum.

Dikonfirmasi, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan kasus dugaan suap ini bukan berawal dari laporan masyarakat di awal tahun lalu. Namun, ia belum mau banyak bercerita lantaran proses penyidikan saat ini tengah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. 

Katadata.co.id juga berupaya untuk mengkonfirmasi detail kasus pajak ini kepada Inspektorat Jenderal Kemenkeu Sumiyati. Namun hingga berita ini diturunkan, pesan singkat dan sambungan telepon Katadata.co.id belum direspons.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Selasa (3/3) mengadakan konferensi pers terkait kasus dugaan suap pajak yang melibatkan oknum pegawai pajak. Pegawai pajak yang diduga terlibat telah dibebastugaskan demi memperlancar proses penyidikan KPK. 

Sri Mulyani juga menyatakan kekecewaanya dengan menyebut pegawai pajak yang terlibat berkhianat kepada seluruh pegawai Kementerian Keuangan dan masyarakat Indonesia. Kasus dugaan suap bermula dari pengaduan masyarakat awal tahun lalu dan ditindaklanjuti oleh KPK bersama Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

Pengamat Pajak Institute for Development of Economics and Finance berpendapat kasus suap ini aka membuat masyarakat berfikir dua kali untuk membayar pajai. "Orang akan berfikir buat apa membayar pajak jika ada sebagian oknum yang membayar pajak dengan diskon secara ilegal," kata Nailul kepada Katadata.co.id, Kamis (4/3).

Menurut dia, masih ada potensi kejadian tersebut kembali terjadi di Ditjen Pajak. Ini karena sistem layanan pajak masih sangat mengandalkan tenaga manusia dan belum meminimalkan interaksi antara fiskus dengan WP. Kondisi ini mejadi celah untuk melakukan suap. 

Nailul melanjutkan, suap pajak juga masih sangat mungkin terjadi di daerah. Ini mengingat masih terbatasnya kesadaran pengaduan internal maupun eksternal di kator pelayan pajak daerah. "Kalau di pusat mungkin akan sangat terawasi langsung oleh Kemenkeu, di mana sistem pengaduan internal atau eksternalnya sudah bagus," ujar dia.

Meski begitu, ia mengapresiasi langkah Sri Mulyani yang terus meyakini bahwa sistem pengaduan Kemenkeu sangat bagus dan responsif. Dengan demikian, hal tersebut bisa menumbuhkan kepercayaan masyarakat.

Kepercayaan masyarakat yang menurun akibat adanya kasus suap  berpotensi menggerus penerimaan pajak. Padahal, pandemi Covid-19 sudah membuat target pendapatan pajak Rp 1.229,6 triliun pada tahun ini sulit tercapai. Hingga Januari 2021, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 68,5 triliun, turun 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Tahun lalu, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 1.069,98 triliun atau 89,25% dari target, seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.

Berbeda pendapat, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center Bawono Kristiaji mengatakan bahwa kasus suap kali ini tidak akan menggerus kepercayaan masyarakat. "Kepercayaan merupakan akumulasi dari berbagai hal yangg bersifat komprehensif dan tidak tergantung dari 1-2 hal saja," ujar Bawono kepada Katadata.co.id.

Ia menjelaskan bahwa kepercayaan masyarakat justru akan tetap stabil karena adanya pembenahan serta ketegasan dari Kemenkeu untuk membebastugaskan pejabat yang tersangkut kasus suap tersebut. Maka dari itu, kepatuhan dan penerimaan dalam jangka pendek kemungkinan akan tetap terjaga.

Bawono menuturkan, komitmen Kemenkeu dan KPK untuk mewujudkan sektor pajak yang berintegritas, bersih, dan profesional sangatlah baik. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat berbagai pembenahan dari sisi hulu hingga hilir sektor pajak yang mencakup aspek kebijakan, hukum, dan administrasi.

Hal tersebut, antara lain diwujudkan dalam upaya membangun sistem IT pada administrasi, kebijakan yang partisipatif dan terbuka, implementasi compliance risk management yang berbasis profil kepatuhan WP, serta pengawasan internal dan eksternal.

Selain itu, agenda reformasi pajak pun turut mencakup pilar sumber daya manusia dan organisasi dalam rangka mewujudkan SDM yang profesional dan berintegritas. Ia pun menulai sistem Ditjen Pajak sudah kian baikn akan mengurangi celah berulangnya kasus tersebut ke depan. "Artinya, berbagai kunci keberhasilan sistem pajak yang bersih di antaranya transparansi, kode etik dan budaya, serta sistem yg berbasis IT atau mengurangi tatap muka sudah diterapkan," kata dia.

Reporter: Agatha Olivia Victoria